REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menduga dana yang diduga dikorupsi kedua terdakwa dr OH dan MS mengalir ke pihak lain. Pasalnya saat Ketua Majelis Hakim, Asep Sumirat, mengurai aliran dana RSUD Lembang yang diduga dikorupsi kedua karyawan rumah sakit pemerintah tersebut tidak singkron. "Ada selisih dana sekitar Rp 2,8 miliar. Dana ini kemana?" tanya hakim kepada kedua terdakwa.
Menurut hakim, dari Rp 7,7 miliar yang diduga dikorupsi, sebanyak Rp 2,1 miliar digunakan oleh dr OH. Sedangkan terdakwa MS mengaku menggunakan dana klaim BPJS yang seharusnya masuk ke kas daerah Pemkab KBB tersebut sebesar Rp 2,5 miliar. Dengan demikian, kata hakim, ada selisih sekitar Rp 2,8 miliar yang belum terungkap. “Apakah dikasihkan ke kadinkes, atau ke pihak lain uang yang sisa tersebut?” tanya hakim kepada terdakwa.
Mendapat pertanyaan tersebut, dr Oni pun mengungkapkan, bahwa dia meminjam dana BPJS tersebut sebesar Rp 2,1 miliar. Dana tersebut, kata dia, digunakan untuk kepentingan pribadi antara lain membeli rumah di Jambi, mobil, dan sejumlah barang mewah.
Sedangkan terdakwa MS yang merupakan bendahara rumah sakit plat merah tersebut menggunakan uang tersebut sebesar Rp 2,5 untuk kepentingan pribadi. "Saya hanya menggunakannya (pinjam) Rp 2,1 miliar. Ini ada catatannya," kata terdakwa, mantan Direktur RSUD Lembang tersebut.
MS ketika dikonfrontir oleh hakim tak bisa menjawab kemana uang sebesar Rp 2,8 miliar tersebut. Ia berdalih hanya menggunakan uang tersebut sebesar Rp 2,5 miliar.
Menurut dia, RSUD Lembang tak memiliki catatan manual tentang uang tersebut. Dana klaim BPJS itu, imbuh dia, dihitung di komputer. "Komputer yang digunakan sempat error sehingga data-data hilang. Catatan manual tidak ada," ujar MS. Sidang akan dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan tuntutan jaksa.