REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menegaskan panas yang terasa menyengat di sejumlah wilayah di Indonesia bukan disebabkan gelombang panas atau cuaca ekstrem. Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin mengatakan suhu panas yang terjadi adalah hal yang normal pada musim kemarau.
"Suhu panas pada musim pancaroba sekitar Oktober dan April-Mei, bukan gelombang panas atau cuaca ekstrem. Itu adalah fenomena tahunan yang normal. Suhu panas di banyak kota di Indonesia disebabkan tiga faktor utama," kata Thomas, Ahad (27/10).
Faktor utama tersebut yaitu posisi matahari berada tepat di atas bagian selatan Indonesia. Oleh sebab itu, wilayah yang berada di selatan khatulistiwa merasakan panas yang tidak biasanya. Selain itu, Thomas mengatakan faktor selanjutnya adalah liputan awan yang masih minim.
Ia menambahkan, panas semakin terasa menyengat karena efek pendinginan dari angin yang berasal dari daerah yang mengalami musim dingin sudah berhenti. "Faktor lain yang menambah efek pemanasan adalah urban heat island (pulau panas perkotaan)," kata Thomas.
Pulau panas perkotaan tersebut terjadi akibat peningkatan emisi karbon dioksida dan transportasi. Aktivitas industri dan rumah tangga juga menyebabkan pulau panas perkotaan. "Karbondioksida menahan pelepasan panas ke antariksa," kata dia.