REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 12 wakil menteri pada Jumat (25/10). Jumlah wakil menteri (wamen) yang empat kali lebih besar dari periode sebelumnya itu diharapkan dapat membantu kinerja dan menekankan efektivitas.
Namun, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai, menggemuknya jumlah wakil menteri itu tak selalu berbanding lurus dengan hasil kinerja. “Masih perlu diuji sekali, apalagi kebanyakan mereka tidak punya jam terbang menjadi wamen,” kata dia , Jumat (25/10).
Firman menilai, sebagian nama yang masuk dalam daftar wakil menteri Jokowi sukses hanya dalam lingkungan dan lingkup pekerjaan terbatas. Sementara kementerian yang harus dibantu adalah kementerian besar dengan portofolio dan anggaran yang besar.
“Ini perlu disayangkan. Mengapa pihak yang masih belajar itu menduduki posisi yang sangat strategis, di mana sebetulnya keperluan dari itu adalah untuk mengefektifkan kementerian itu,” ujar Firman Noor.
Firman mengatakan, tujuan dasar pengadaan wakil menteri ini sejatinya baik, yakni untuk memperkuat kabinet. Wakil menteri juga semestinya dapat membantu sejumlah kementerian yang memiliki tugas berat.
Namun, menurut Firman, penunjukan wakil menteri terkesan hanya mengakomodasi pendukungnya yang belum mendapat jatah. Sebanyak tujuh dari 12 wakil menteri yang dipilih merupakan politikus sekaligus pendukung Jokowi. Lima sisanya merupakan birokrat yang dinilai Firman memang sesuai dengan bidangnya.
“Jadi, yang saya khawatirkan, wamen ini yang tujuh itu hanya buang-buang uang saja nanti, tanpa satu pekerjaan yang clear dan tidak bisa menangani dengan baik,” ujar dia.