REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin, mengatakan, suhu panas di siang hari masih harus diwaspadai hingga satu pekan ke depan. Saat ini suhu panas di Indonesia berkisar di 38 derajat celcius terutama di wilayah Jawa.
“Suhu panas ini disebabkan dengan kondisi posisi matahari yang memang berada di atas Indonesia, titik kulminasinya sudah mencapai maksimum. Lalu, cuaca saat ini cerah tanpa awan. Jadi, hal tersebut juga menyebabkan cuaca yang panas dan terik di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Namun, di wilayah Jawa itu cukup signifikan suhu panasnya,” katanya kepada wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat (26/10).
Kemudian, ia menambahkan suhu udara tercatat di atas 38 derajat celcius pada tanggal 23 Oktober 2019 terukur di Ciputat mencapai 39,6 derajat celsius, Jatiwangi 38,8 derajat celcius, Ahmad Yani (Semarang) 38,4 derajat celcius, dan Syamsudin Noor (Banjarmasin), 38,2 derajat celcius. Beberapa wilayah tersebut belum mencapai 40 derajat celcius.
Miming melanjutkan untuk awal musim hujan di wilayah Jawa, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) diprediksi akan turun pada bulan November sampai Desember. Dalam artian, satu pekan ke depan sampai akhir Oktober itu masih cuaca cerah dan berawan yang masih cukup signifikan.
Ia mengimbau masyarakat jangan mudah percaya dengan pesan berantai yang beredar di sosial media terkait gelombang panas.
“Pesan berantai di akun sosial media yang berisi Indonesia diserang oleh gelombang panas. Semua itu sudah kami klarifikasi. Wilayah yang biasanya diserang gelombang panas itu yang memiliki lintang menengah dan tinggi. Sementara, di Indonesia itu tidak mungkin secara dinamika cuaca. Jadi, tidak mungkin terjadi gelombang panas,” kata dia.
Lalu, kata dia yang terjadi di Indonesia justru suhu panas yang kondisional, tergantung dengan kondisi cuaca. Jadi, perlu dibedakan antara gelombang panas yang terjadi di wilayah lintang menengah atas. Kemudian, kalau yang terjadi di Indonesia itu kondisi suhu panas.
Miming menjelaskan lebih lanjut secara meteorologi gelombang panas itu terjadi karena dinamika cuacanya berbeda. Kalau gelombang panas secara global terjadi karena pengaruh kondisi atmosfer di wilayah kutub yang ke arah lintang menengah.
Sedangkan di Indonesia tipenya cuaca yang ekuatorial dan itu sangat berbeda sekali dengan kondisi cuaca yang ada di wilayah lintang menengah dan tinggi tersebut. Sehingga, fenomena yang terjadi juga tidak sama.
Sementara itu, terkait hotspot saat ini yang terutama berada di wilayah Sumatra Selatan dan Kalimantan masih cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir ini. Kemudian, di wilayah Jawa juga tidak menutup kemungkinan ada.
Berdasar pantauan beberapa hari terakhir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di wilayah dataran tinggi pegunungan di wilayah Jawa.
“Yang paling diwaspadai itu di daerah Sumatra Selatan, karena kondisi panasnya masih cukup panjang, awal musim hujannya juga masih lama. Kalau di Kalimantan terutama Kalimantan Selatan masih cukup kering. Kemudian, untuk wilayah Jawa, Bali dan NTB itu wilayah dataran tinggi yang tipe lingkungannya savana. Jadi, banyak tumbuhan kering di sana yang harus diwaspadai,” kata dia.
Miming menambahkan Sumatra dan Kalimantan pada Oktober ini, sudah ada yang mulai memasuki awal musim hujan. Namun baru awal musim hujan, belum puncak musim hujan. Artinya musim hujan juga belum terlalu banyak.
Sedangkan untuk wilayah Kalimantan periode awal musim hujan sudah terindikasi antara Oktober akhir. Jadi, periode minggu ini hingga akhir bulan sudah mulai akan banyak hujan.
"Diharapkan hotspot dan karhutla di wilayah Sumatera dan Kalimantan cukup berkurang,” kata dia.
Miming minta masyarakat harus banyak minum air putih dan memakai semua pelindung jika beraktivitas. siang hari.