REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suhu panas ekstrem melanda berbagai wilayah di Indonesia seiring sedang terjadinya peralihan musim dari musim kemarau ke penghujan. Suhu udara di sejumlah daerah dilaporkan melebihi 35 derajat Celsius.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono R Prabowo mengatakan, Indonesia sedang dilanda suhu panas. Namun, dia menegaskan, panasnya udara di berbagai daerah bukan disebabkan gelombang panas seperti yang diisukan di media sosial.
Ia menjelaskan, suhu panas yang terjadi di sejumlah wilayah merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan siklus biasa dan terjadi setiap tahun. "Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," kata Mulyono, Kamis (24/10).
Pada Ahad (20/10), terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi yang mencatat suhu maksimum tertinggi, yaitu Stasiun Meteorologi Hasanuddin Makassar (38,8 derajat Celsius), Stasiun Klimatologi Maros (38,3 derajat Celcius), dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera (37,8 derajat Celsius).
Dia mengakui, suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir. Adapaun pada Oktober 2018, suhu maksimum tercatat hanya 37 derajat Celsius.
Mulyono mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas untuk minum air putih yang cukup demi menghindari dehidrasi. Kemudian, masyarakat juga diimbau untuk mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan. "Serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi karhutla," katanya.
Mulyono menambahkan, masyarakat juga perlu mewaspadai adanya angin kencang. Ia mengatakan, angin kencang berpotensi terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengimbau masyarakat melakukan enam langkah untuk menjaga kondisi tubuh saat suhu cuaca panas lebih tinggi dari biasanya dalam beberapa hari ke depan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, masyarakat harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya dehidrasi dan heat stroke. "Ini karena kalau panasnya sangat ekstrem, yang sangat dikhawatirkan adalah heat stroke," kata Widyastuti.
Heat stroke merupakan kegagalan tubuh untuk melakukan pendinginan baik dengan cara berkeringat maupun penguapan dari kulit akibat suhu panas sekitar. Bahkan, menurut akademisi sekaligus praktisi Ari Fahrial Syam, heat stroke merupakan suatu gangguan kesehatan yang bisa berakibat kematian.
Untuk memiminalkan dampak suhu panas ekstrem, masyarakat diminta menghindari berada di luar ruangan antara pukul 10.00 WIB hingga jam 16.00 WIB. Kedua, minum air putih dalam dua hingga tiga jam sekali dengan jumlah total dua liter per hari serta jangan menunggu haus. Ketiga, mengonsumsi buah-buahan yang segar dan banyak mengandung air.
Keempat, menggunakan masker dan payung saat ke luar ruangan. Kelima, menggunakan krim pelembap kulit dan penangkal sinar matahari saat ke luar ruangan. Keenam, menjaga kondisi tubuh dengan cukup istirahat dan tidur.
BMKG mencatat suhu udara siang hari di sejumlah daerah di Indonesia terasa lebih panas dari biasanya. Suhu maksimum dapat mencapai 37 derajat Celcius sejak 19 Oktober lalu. Bahkan, di Makassar tercatat suhu paling tinggi hingga 38 derajat Celcius. Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi hingga beberapa waktu ke depan.
Di Jakarta, petugas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kramat Jati, Jakarta Timur, mencatat jumlah kunjungan pasien selama suhu cuaca panas hingga 37 derajat Celcius mencapai 800 orang per hari dengan jenis penyakit rata-rata berhubungan dengan suhu panas.
Sementara, BMKG Sulawesi Tenggara melaporkan, sejumlah wilayah di Sulawesi Tenggara mengalami cuaca ekstrem karena memasuki musim pancaroba. "Beberapa hari ini suhu cuaca di wilayah Sultra alami kenaikan hingga di atas rata-rata," kata prakirawan BMKG Sultra, Faizal Habibie, kemarin.
Beberapa wilayah di Sultra yang mengalami kenaikan suhu di atas rata-rata, yakni Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, yang naik hingga 38 derajat Celcius, Kota Baubau 34 derajat Celcius, dan Kota Kendari 35 derajat Celcius. Dia menyebut, suhu di Pomalaa masuk kategori ekstrem akibat musim kemarau panjang yang melanda Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ia menjelaskan, suhu dapat dikategorikan ekstrem jika naik 15 persen dari suhu normal atau naik 4 derajat. Jika sudah mencapai 37 derajat Celsius, kata dia, sudah termasuk dalam kategori dengan cuaca yang harus diwaspadai, terutama untuk wilayah Pomalaa karena kelembapan udara menurun hingga 30 persen atau sangat kering.
"Ketika sedang terjadi musim kemarau seperti ini dengan suhu maksimumnya tinggi, kelembapannya rendah dan bukan hanya potensi dehidrasi, melainkan juga dapat berpotensi kebakaran hutan dan itu perlu kita jaga sehingga tidak terjadi kebakaran hutan," katanya.
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau mengimbau seluruh masyarakat untuk selalu menjaga daya tahan tubuh dalam menghadapi cuaca ekstrem saat ini. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tjetjep Yudiana mengatakan, daerah Kepri sedang memasuki musim hujan. "Cuaca ekstrem mudah berubah, dari panas menyengat hingga hujan lebat," kata Tjetjep, Kamis.
Dengan kondisi cuaca tersebut, kata dia, dikhawatirkan masyarakat rentan terserang penyakit flu akibat perkembangan udara yang kotor, virus, dan bakteri yang mudah terbawa oleh angin dan hujan. "Masyarakat harus mengonsumsi makanan-makanan bergizi, seperti sayur, buah, dan makanan berserat tinggi agar dapat meningkatkan daya tahan tubuh," ujarnya.
Selain itu, Tjetjep turut meminta warga waspada penyakit demam berdarah dengue (DBD) saat musim hujan tiba. Pada musim hujan, biasanya warga lupa membersihkan tempat penampungan yang menjadi sumber genangan air di sekeliling rumah, seperti kaleng bekas, botol, dan tempurung. "Seminggu saja tak dibersihkan, dalam satu wadah bisa menampung ratusan hingga ribuan jentik nyamuk," kata dia.
Dampaknya, warga akan rawan terkena penyakit DBD. Oleh karena itu, ia mengingatkan masyarakat untuk terus menjaga kebersihan di lingkungan tempat tinggal masing-masing. n rizky suryarandika/antara ed: satria kartika yudha