Rabu 23 Oct 2019 06:00 WIB

Angin Kencang Sulitkan Pemadaman di Gunung Ciremai

Angin kencang menyulitkan upaya pemadaman api di Gunung Ceremai

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com
 Gunung Ciremai
Gunung Ciremai

MAJALENGKA, AYOBANDUNG.COM -- Kebakaran kembali melanda Gunung Ciremai, Selasa (22/10). Upaya pemadaman api terkendala angin kencang. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Kuswandono mengungkapkan, api kembali terlihat sejak Senin (21/12) sore.

"Kemarin sore menyala lagi, setelah sebelumnya padam," ujarnya kepada Ayocirebon.com, Selasa.

Berdasarkan informasi dari petugas lapangan, kemunculan api pertama di lereng utara Gunung Ciremai. Untuk memastikannya, polisi kehutanan (polhut) BTNGC pun melakukan ground check atau cek lapangan.

AYO BACA : 226 Hektare Lahan di Gunung Ciremai Hangus Terbakar

Hasil pantauan visual awal menyimpulkan kepulan asap hitam berada di sekitar hutan Blok Kalites, dekat Desa Bantaragung dan Payung, Kabupaten Majalengka.

Terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majalengka Agus Permana menyebutkan, kebakaran kali ini merupakan yang ketiga kali selama musim kemarau 2019.

"Ini yang ketiga kali, kejadian kembali berulang (kebakaran)," cetusnya.

AYO BACA : Jalur Pendakian Gunung Ciremai Ditutup Selama Pemulihan Ekosistem

Menurut pemetaan pihaknya, titik api diduga berasal dari Blok Kalitus dan menyebar ke arah Blok Kebunraja. Sejauh ini, pihaknya telah melakukan upaya pemadaman api. Namun, mereka terkendala angin kencang dan luasan area terbakar.

"Peralatan pemadaman juga minim. Sementara, petugas dan relawan pemadam sudah terlalu lelah memadamkan area TNGC karena kebakaran berulang," ungkapnya.

Disinggung penyebab kebakaran, mengingat ini kali ketiga kejadian serupa, Agus enggan menjawab. Pihaknya menunjuk aparat penegak hukum sebagai yang berwenang.

"Biarlah aparat penegak hukum yang menyelidikinya," ujarnya.

Dia hanya mengingatkan khalayak untuk tak membakar hutan dan lahan demi membuka lahan pertanian karena merusak lingkungan hidup. Selain merusak ekosistem, langkah itu pun merusak habitat flora dan fauna yang dilindungi, menurunkan kualitas udara, menurunkan derajat kesehatan masyarakat, hingga merusak sumber-sumber air.

"Tindakan semacam itu bisa diancam hukuman denda Rp3 miliar sampai Rp10 miliar dan ancaman pidana tiga sampai sepuluh tahun berdasarkan Undang Undang Lingkungan Hidup, dan atau maksimal 20 tahun atau seumur hidup bila menyebabkan kematian menurut KUHP," tegasnya.

AYO BACA : Angin Kencang Landa Bandung Raya, Ini Penjelasan BMKG

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement