REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan akan tetap berada di luar pemerintahan pada periode kedua presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai partai Islam, PKS ingin menunjukkan jati diri dengan tetap menjadi oposisi periode 2019-2024.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan jati diri ini lantaran adanya ketidaksesuaian visi dan misi pembangunan PKS dengan konsep yang diusung Jokowi. "Kami menilai proposal pembangunan Joko Widodo-Ma'ruf Amin berbeda dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno," katanya saat mengisi acara diskusi bertema "Teka-Teki Menteri & Koalisi", di Jakarta, Sabtu (19/10).
Selain itu, menurut Mardani, peran PKS sebagai oposisi akan membuat demokrasi lebih baik. Ia menyatakan, sistem demokrasi akan sehat jika ada oposisi sebagai penyeimbang yang melakukan check and balances terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan.
Di sisi lain, dia menegaskan, PKS akan selalu bersahabat dengan semua pihak termasuk presiden terpilih Joko Widodo dan wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin. Bahkan, dia melanjutkan, Presiden PKS Sohibul Iman bersedia bertemu dengan Jokowi pascapengumuman kabinet pemerintahan Joko Widodo.
Ia menambahkan, langkah ini sama seperti yang dilakukan presiden PKS pada 2015 lalu. Ia becerita, saat itu presiden Joko Widodo dan presiden PKS bertemu pada awal Januari 2015 atau setelah Joko Widodo dilantik pada Oktober 2014.
"Jadi kami tidak masalah bertemu lagi dengan pemerintah Jokowi setelah dia dilantik 20 Oktober 2019. Ini namanya etika publik dan demokrasi," ujarnya.