REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Merebaknya penggunaan gadget (gawai) pada anak-anak usia sekolah membuat para orang tua resah. Bahkan, rumah sakit jiwa (RSJ) di beberapa daerah membenarkan adanya tren kenaikan kunjungan dari anak kecanduan gawai yang cukup signifikan.
Kepala Bagian Humas RSJ Lampung, David, mengatakan, ada kenaikan jumlah orang tua yang mengonsultasikan anaknya lantaran bermasalah akibat kecanduan menggunakan gawai. Para orang tua rata-rata meminta solusi agar anaknya lepas dari kecanduan gawai. "Ya benar ada banyak orang tua yang datang konsultasi sama psikiater kami," kata David saat dikonfirmasi Republika di Bandar Lampung, Rabu (16/10).
Orang tua yang datang berkonsultasi dengan psikiater RSJ Lampung mengeluhkan terkait anaknya yang kecanduan menggunakan gawai secara terus menerus setiap hari. Salah satu keluhan orang tua, yakni penggunaan gawai menggangu aktivitas belajar, bermain, dan bersama orang tua dalam keluarga.
David tidak menjelaskan rinci keluhan orang tua karena mereka berkonsultasi langsung dengan psikiater yang tidak terekspos di luar. RSJ Lampung tidak mendata jumlah orang tua yang mengeluhkan anaknya kecanduan gawai dan berdampak pada kehidupan rumah tangganya.
Salah seorang psikiater RSJ Lampung Tendri yang menangani kasus anak kecanduan gawai saat menerima orang tua anak belum mau menjelaskan kepada Republika. Dia juga tidak mau menjawab seberapa banyak keluhan orang tua terhadap anaknya yang kecanduan gawai selama ini.
Lina, orang tua anak yang dijumpai, mengeluhkan anaknya yang masih di SD kerap mengalami perubahan perilaku saat berada di rumah. Menurut dia, penggunaan gawai secara berlebihan dapat mengubah perilaku anak ketika besama keluarga. "Jam-jam kosongnya selalu bersama gadget, jadi untuk keluarga dan belajar tidak ada sama sekali," ujar Lina.
Ibu rumah tangga warga Kota Karang, Bandar Lampung, tersebut mengeluhkan, saat anaknya bermain gim tapi kuota yang ada habis. Si anak, ujar dia, mendesak ibunya untuk dibelikan pulsa untuk mengisi kuota internet. "Kalau tidak langsung dituruti, dia mengamuk dan mengambek tidak mau apa-apa lagi," kata Lina.
Anak main gadget. Ilustrasi
Di Solo, Jawa Tengah, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin mencatat adanya kenaikan signifikan jumlah pasien kecanduan ponsel. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir, sudah ada 35 pasien kecanduan ponsel yang berobat ke RSJD Solo.
Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJD dr Arif Zainudin, Aliyah Himawati, mengatakan, dulu pasien kecanduan gawai baru ada mungkin satu orang dalam sepekan. Sekarang, dalam satu hari bisa satu sampai dua pasien. Semua nya merupa kan anak-anak usia se kolah.
"Ini kan tahun ajaran baru, baru mid-semester itu sudah kira-kira ada 35 anak, bahkan sampai rawat inap. Yang rawat inap kemarin ada dua, sekarang sudah pulang," kata Aliyah.
Pasien yang rawat inap tersebut terdiri atas satu siswa SMP dan satu siswa SMA. Sedangkan, pasien rawat jalan paling kecil usianya 10 tahun. Puluhan pasien tersebut berasal dari Solo dan sekitarnya.
Dia menyebutkan, ciri-ciri anak kecanduan gawai biasanya orang tuanya sudah tahu si anak pegang gawai terus. Kemudian, anak sudah tidak bisa melakukan fungsi tugasnya sebagai anak sekolah, seperti sudah membolos sekolah, tidak mau sekolah, tidak mau belajar. Selain itu, anak mengalami gangguan emosi dan kesulitan tidur.
Menurutnya, dalam menangani pasien kecanduan gawai disesuaikan dengan gejala yang muncul. Gejala bisa berbeda pada setiap anak. Misalnya, gangguan emosi dan sulit tidur diatasi terlebih dahulu.
"Ada beberapa langkah yang kami lakukan untuk mengatasi gangguan emosi itu, salah satunya, dengan obat farmakoterapi, setelah itu langsung masuk ke terapi perilaku," ujar dia.
Pada awalnya, terkadang anak merasa tidak kecanduan ponsel dan merasa baik-baik saja. Langkah pertama sebelum masuk ke terapi perilaku, lanjutnya, anak harus mengakui kalau kecanduan gawai.
Aliyah menyatakan, proses terapi tersebut dilakukan secara berkelanjutan. Untuk farmakoterapi, paling tidak dua pekan agar pasien lebih stabil. Sepekan pertama sudah bisa mulai terapi perilaku dan berlanjut paling tidak enam bulan.
Ada daftar kontrak apa yang harus dilakukan pasien. "Misalnya, untuk anak yang masih sekolah jam belajar sepulang sekolah harus ngapain, kalau dulu pegang gawai setiap waktu sekarang harus dibatasi. Pegang gawai hanya boleh jam tertentu maksimal satu hari hanya dua jam," ujar dia.
Aliyah menambahkan, orang tua perlu melakukan upaya dan memberi contoh untuk mencegah agar anak tidak kecanduan ponsel. Meskipun, praktiknya agak susah karena tugas sekolah terkadang memakai gawai.
Cara mencegahnya dengan menggunakan gawai hanya untuk tugas-tugas sekolah. Kemudian, pada jam-jam tertentu harusnya di keluarga tidak pegang gawai semua. "Kalau orang tua pegang ponsel, anaknya tidak boleh ya sama saja," ujar dia. (mursalin yasland/binti sholikah, ed: mas alamil huda)