REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah (Pemkot) Kota Surabaya mempercepat pemutakhiran data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pemutakhiran data ini salah satunya dimaksudkan untuk mengoptimalkan daftar warga penerima Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Baik itu yang masuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat maupun yang diintervensi APBD, agar tepat sasaran.
"Data itu nantinya bakal digunakan sebagai acuan intervensi bantuan seperti PBI agar tepat sasaran. Sehingga diharapkan warga yang mempunyai mobil atau tergolong mampu tidak masuk dalam data MBR," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Ery Cahyadi di Surabaya, Kamis (17/10).
Ery mengungkapkan, pemerintah pusat saat ini juga sedang melakukan verifikasi, dan mencoba mengurangi jumlah penerima bantuan PBI pusat. Namun demikian, Ery meminta untuk tidak mengkhawatirkan pengurangan jumlah penerima bantuan iuran. Karena, kata dia, bagi warga miskin Surabaya dan ber-KTP Surabaya, bisa dicover menggunakan APBD.
Ery mengungkapkan, sebelumnya tercatat, data MBR di Surabaya sebanyak 799.540 jiwa, yang terdiri dari 325.226 KK (Kartu Keluarga). Selain yang masuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat, Pemkot Surabaya juga memberikan beberapa intervensi bantuan kepada warga yang tergolong MBR tersebut.
Namun, yang menjadi catatan di Surabaya, ternyata ada juga warga yang sudah mendapat bantuan PBI dari pemerintah pusat, juga masuk dalam data yang diintervensi Pemkot Surabaya melalui dana APBD. Sehingga, jumlah MBR di Surabaya terlihat banyak.
“Reward (PBI) ini diberikan kepada warga seperti takmir masjid, kader kesehatan, kader lingkungan, hingga pekerja tambal ban. Namun warga yang mendapat reward ini ternyata juga masuk dalam data MBR sehingga membuat jumlahnya terlihat banyak,” ujar Ery.
Karena itu, pihaknya melakukan pemutakhiran data MBR mulai di tingkat kelurahan, kecamatan, dan selanjutnya akan diapproval di Dinas Sosial (Dinsos). Sehingga nantinya data warga yang masuk daftar MBR tersebut bisa benar-benar akurat.
Menurutnya, selama ini masyarakat juga melihat data warga MBR di Surabaya begitu banyak. Pasalnya, mereka melihat berdasarkan hitungan jiwa, bukan dari KK (Kartu Keluarga). Padahal seharusnya, keluarga miskin itu tidak dihitung orang per orang, melainkan per kartu keluarga.
"Jika pendapatan dalam satu KK dibuat pengeluaran dan sisanya tidak lebih dari Rp 400 ribu, maka warga tersebut bisa masuk dalam data MBR,” ujar Ery.
Ery melanjutkan, ketika warga itu terdaftar dalam data MBR tapi ternyata mampu, mereka bisa membuat pernyataan agar dikeluarkan dari daftar data MBR tersebut. Eri pun memastikan, Pemkot Surabaya bakal membuat surat keputusan (SK) daftar data orang-orang yang masuk MBR. SK tersebut juga bisa diubah dengan cepat bila tidak sesuai.