REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya membenarkan Akbar Alamsyah, yang meninggal akibat terlibat dalam bentrokan di Komplek Parlemen Senayan, berstatus tersangka meski dalam kondisi koma.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan penetapan Akbar sebagai tersangka didasarkan pada keterangan sejumlah saksi yang mengatakan Akbar terlibat dalam penyerangan terhadap aparat.
"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan dan tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan yang menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak dan sebagainya," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jumat (11/10).
Argo menjelaskan, Akbar ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan saat aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan pada 25 September 2019. Polda Metro Jaya hingga Jumat ini mengaku belum mendapatkan informasi pasti dari pihak dokter mengenai penyebab luka maupun penyebab kematian Akbar.
"Itu masih kita update dari dokter, sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo
Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang di 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya. Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan.
Di hari yang sama Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi. Mereka juga menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat.
"Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat, Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu dikasih, apa nggak," kata Fitri.
Pada 27 September itu juga, kata Fitri, keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WA yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni. Keluarga menyusul, setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak ada kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB, tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk. Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas, kata Fitri, membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Saat ditemukan, kondisi Akbar dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, dengan muka tidak bisa dikenali, karena membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang liat, wajahnya itu sudah tidak bisa dikenali, kepalanya besar kayak kena tumor gitu, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dengan kematian sang adik. Tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus menjalani operasi. Ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.