Jumat 11 Oct 2019 15:37 WIB

YLKI: Konsumen Jarang Baca Imbauan tentang Pemanis Buatan

Survei YLKI menyebut kebanyakan konsumen belum biasa baca informasi label produk.

Pemanis buatan pengganti gula.
Foto: flickr
Pemanis buatan pengganti gula.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebanyakan konsumen masih belum memiliki kebiasaan untuk membaca bagian informasi label pangan dalam sebuah produk terutama bagian peringatan atau imbauan kesehatan dan diperparah dengan letaknya yang tidak strategis. Hal itu menurut survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Dengan peringatan kesehatan yang disampaikan di label dengan yang sangat tidak informatif itu apakah bentuknya yang kecil atau dalam lipatan tersembunyi, itu seperti kesengajaan," ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi dalam konferensi pers yang diadakan di kantor YLKI, Pancoran, Jakarta Selatan pada Jumat (11/10).

Ia menjelaskan, hasil survei YLKIdari 90 responden menunjukkan, 51 persen mengaku jarang membaca informasi pada label pangan. Jikapun mereka membaca, sekitar 47,8 persen responden hanya mencari soal varian rasa dan 36,7 persen memeriksa status halal produk tersebut.

Dari 10 opsi alasan membaca keterangan pada produk yang ada dalam kuisioner YLKI, alasan membaca untuk peringatan atau imbauan kesehatan sangat jarang dipilih, menurut survei YLKI.

YLKI melakukan survei terhadap 90 orang yang dianggap rentan atau terpengaruh dengan konsumsi pemanis dan gula buatan terdiri dari 30 ibu hamil, 30 ibu menyusui, dan 30 ibu dengan anak balita yang dilakukan pada rentang Maret-April 2019 di daerah Jakarta Selatan.

Mereka melakukan analisis label terhadap 25 merek produk makanan dan minuman legal yang pada labelnya terdapat penandaan mengandung pemanis buatan, hasilnya sekitar 47 persen responden mengenali lebih dari 10 produk tersebut.

Pemanis buatan adalah golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memiliki kandungan gizi. Di Indonesia sendiri, ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan dipakai dalam industri pangan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemanis buatan yang memiliki dampak negatif seperti sakarin yang sudah dilarang di beberapa negara, namun masih diizinkan dipakai di Indonesia, menurut Dekan Fakultas Teknologi dan Industri Pangan Universitas Slamet Riyadi Surakarta Dr Nanik Suhartatik.

Menurut dia, meski beberapa pemanis buatan memang memiliki dampak berbeda, namun, untuk orang yang sehat lebih baik tetap menggunakan gula rendah kalori berbahan alami. "Kalau untuk orang sehat, baiknya menggunakan gula rendah kalori, seperti gula jagung dan gula stevia yang rendah kalori," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement