Kamis 10 Oct 2019 06:40 WIB

Anak Presiden Maju Pilkada, tak Ada Larangan Dinasti Politik

Keinginan Gibran maju ke pemilihan kepala daerah 2020 dinilai sah-sah saja,.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (kanan) bersiap memberikan keterangan pers usai menyerahkan berkas pendaftaran anggota PDI Perjuangan di kantor DPC PDI Perjuangan, Solo, Jawa Tengah, Senin (23/9/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (kanan) bersiap memberikan keterangan pers usai menyerahkan berkas pendaftaran anggota PDI Perjuangan di kantor DPC PDI Perjuangan, Solo, Jawa Tengah, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming maju sebagai calon wali kota Solo 2020 menuai pro kontra. Tidak sedikit pihak yang menentang Gibran untuk mengikuti jejak bapaknya di kancah politik. Mengingat, Joko Widodo masih akan menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia hingga 2024 mendatang.

Namun di mata politikus Ahmad Baidowi, keinginan Gibran maju ke pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 sah-sah saja. Karena ada undang-undang yang mengatur, baik usia, pendidikan, kesehatan, tidak tercela, tidak sedang dicabut hak politik, tidak sedang menjadi napi dan syarat-syarat lainnya.

Baca Juga

Politikus PPP ini menegaskan selama syarat-syarat dalam undang-undang itu terpenuhi maka siapapun boleh maju pilkada. Tidak terkecuali dengan anak Presiden. "Tentang dinasti politik juga tak ada larangan di UU. Awalnya sempat dilarang namun kemudian dibatalkan MK (Mahkamah Konstitusi). Dalam konteks ini tak ada larangan dinasti politik," tegas Baidowi kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Baidowi menambahkan, pilkada langsung memberi peluang kepada segenap elemen masyarakat untuk maju pilkada asalkan memenuhi persyaratan. Bahkan tidak hanya melalui partai politik (parpol) tapi juga bisa lewat jalur independen. Maka, kata dia, jangankan keluarganya presiden, orang biasa pun punya kesempatan yang sama untuk maju pilkada.

"Karena yang terpenting bagaimana mereka bisa memenangkab kontestasi. Yakni elektabilitasnya tinggi. Kalaupun itu dimaknai dinasti politik, toh tak ada larangan dalam UU dan itu menjadi konsekuensi demokrasi," tutup Baidowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement