Rabu 09 Oct 2019 20:48 WIB

Kapolri Tegaskan Terus Kejar Anggota KNPB Terlibat Kerusuhan

Menurut Tito, definisi aman di Papua apabila anggota KNPB dan ULMWP ditangkap.

Prajurit TNI berjaga di antara warga yang gagal berangkat untuk mengungsi dengan menumpang pesawat Hercules TNI AU di Bandar Udara Wamena, Papua, Rabu (9/10/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Prajurit TNI berjaga di antara warga yang gagal berangkat untuk mengungsi dengan menumpang pesawat Hercules TNI AU di Bandar Udara Wamena, Papua, Rabu (9/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan pihaknya terus mengejar anggota KNPB dan ULMWP, kemudian menangkap mereka. Polisi, kata Tito di Sentani, Rabu (9/10), sudah mengantongi nama anggota United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) atas dugaan keterlibatan mereka dalam berbagai aksi di Papua.

Menurut Tito, definisi aman di Papua apabila anggota KNPB dan ULMWP ditangkap. Sampai saat ini, lanjut Kapolri, belum ada rencana untuk penarikan pasukan, bahkan hingga Desember mendatang.

Baca Juga

Secara berangsur saat ini situasi keamanan sudah kondusif. Oleh karena itu, Kapolri berharap para pengungsi kembali ke Wamena dan daerah lainnya di Papua.

"Pergelaran pasukan akan terus dilakukan hingga wilayah ini benar-benar aman," kata Kapolri, Rabu.

Kapolri bersama Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mendampingi Menko Polhukam Wiranto ketika berkunjung ke Papua selama dua hari sempat bertemu dan melihat langsung kondisi pengungsi di Wamena, Selasa (8/10). Wiranto sebelum ke Timika sempat melepas 86 pengungsi yang kembali ke Wamena dengan diangkut pesawat hercules TNI AU dari Lanud Silas Papare, Sentani.

Pihak KNPB menilai tudingan Tito sekadar upaya mencari kambing hitam atas kondisi di Papua dan Papua Barat. “Saya kira itu Kapolri sedang memfitnah kami. Apalagi Kapolri bilang kami ikut aksi pakai seragam (SMA). Ini lucu sekali,” kata Juru Bicara KNPB Pusat Ones Suhuniap kepada Republika.co.id, Selasa (24/9).

Ones mengatakan, sejak aksi menolak rasialisme dimulai pada 19 Agustus lalu, KNPB tidak sekalipun mengeluarkan maklumat untuk melakukan aksi. Aksi-aksi di Papua dan Papua Barat saat itu, kata dia merupakan spontanitas masyarakat.

“Jadi tidak bisa menuduh siapa yang mengorganisir. Tuduhan itu tidak sesuai fakta di lapangan,” kata Ones.

Demikian juga, kata dia, terkait aksi di Jayapura dan Wamena, Jayawijaya, yang berakhir rusuh pada Senin (23/9). Menurut Ones, saksi di lapangan menuturkan bahwa kerusuhan dipicu aparat yang menghalang-halangi kelompok massa bergabung dengan siswa SMA PGRI yang sedang berunjuk rasa menuntut proses hukum atas dugaan tindakan rasialisme seorang guru di Wamena.

Selepas aparat melepas gas air mata dan peluru, massa aksi yang kebanyakan remaja jadi panik dan tak terkendali. “Tembakan peringatan bikin anak pelajar panik dan mereka terpencar. Kalau aparat tidak keluarkan tembakan dan mengedepankan dialog tidak mungkin ada pembakaran,” kata Ones.

Menurut dia, yang membuat suasana di Papua justru tindakan represif aparat menyikapi aksi-aksi di Papua sejak bulan lalu.  “Jadi pertanyannya, apakah KNPB yang tembak mati orang-orang di mana-mana. KNPB tidak punya senjata,” ia melanjutkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement