Selasa 08 Oct 2019 19:40 WIB

Setiap Tahun, Janda di Depok Terus Bertambah 10 Persen

Rata-rata kasus perceraian di Depok sebanyak 25 kasus per hari.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi Sidang Perceraian
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Sidang Perceraian

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Setiap tahun, wanita yang menjadi janda di Kota Depok, Jawa Barat, terus bertambah. Bahkan, terjadi tren peningkatan 10 persen setiap tahun dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan catatan Pengadilan Agama Kota Depok, pada 2017 ada sebanyak 3.087 kasus perceraian dan meningkat pada 2018 menjadi sebanyak 3.525 kasus perceraian.

Pada Januari hingga Oktober 2019, terjadi peningkatan kasus perceraian yang signifikan. Diperkirakan sudah mencapai 3.500 kasus perceraian.

"Belum sampai akhir tahun 2019, sudah mencapai kurang lebih 3.500 kasus perceraian yang diputus. Jadi, kasus perceraian di Kota Depok trennya selalu terjadi kenaikan, sekitar 10 persen per tahun," ujar Ketua Pengadilan Agama Kota Depok, Mohamad Yamin, di Kantor Pengadilan Agama Kota Depok, Selasa (8/10).

Yamin menambahkan, berdasarkan catatan Pengadilan Agama Kota Depok, rata-rata kasus perceraian sebanyak 25 kasus per hari. "Dari grafiknya, tren angka perceraian di Kota Depok tiga tahun terakhir terus meningkat. Kalau dari angka pengajuan yang masuk bisa mencapai 5.000 permohonan setiap tahun dan yang diputus cerai mencapai angka tertinggi pada 2018, yakni sebanyak 3.525," katanya.

Yamin mengutarakan, ada dua jenis pengajuan perkara cerai, yakni cerai talak dan cerai gugat. Bedanya, untuk cerai talak yang mengajukan adalah dari pihak suami, sedangkan cerai gugat yang mengajukan adalah dari pihak istri.

"Dari dua jenis perkara perceraian ini yang paling tinggi masuk adalah cerai gugat. Sebagai contoh pada 2018 dari 3.525 kasus cerai, cerai talak sebanyak 852 kasus sedangkan cerai gugatnya sebanyak 2.673 kasus," jelas Yamin. "Yang memprihatinkan, dalam tiga tahun terakhir ini, penyebab penceraian yang tertinggi karena pengaruh media sosial (medsos). Faktor ekonomi, bukan menjadi penyebab utama lagi."

Pengaruh medsos, lanjut Yamin, terjadi karena dijadikan sarana untuk memiliki wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman lain (PIL). Kecenderungan acara reuni dan grup-grup reuni di medsos juga menjadi pemicu perceraian.

"Ajang reuni juga banyak timbulkan masalah perceraian. Terungkap dalam persidangan, dari reunian kemudian lanjut di medsos, di aplikasi WhatsApp (WA), kemudian ketemuan dan ya selanjutnya terjadi perselingkuhan. Kebanyakan bukti yang dihadirkan ke Pengadilan Agama juga berupa foto-foto perselingkuhan, foto-foto screenshoot percakapan di aplikasi WA yang berisikan kemesraan pasangan yang memiliki WIL/ PIL," kata Yamin menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement