REPUBLIKA.CO.ID, PENAJAM -- Pembangunan ibu kota negara baru Indonesia di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur, membutuhkan lahan lebih kurang 160.182 hektare.
Sekretaris Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Penajam Paser Utara, Hadi Saputro mengatakan, informasi dari Pemerintah Pusat untuk pembangunan awal ibu kota baru Indonesia dibutuhkan lahan sekitar 6.000 hektare. Sedangkan, secara keseluruhan lahan yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota negara baru disebutkan Pemerintah Pusat lebih kurang 160.182 hektare.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memaparkan pemindahan ibu kota negara tidak mengeluarkan anggaran pembebasan lahan. Artinya, lahan untuk pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur yang disiapkan adalah lahan milik negara.
"Pemerintah Pusat mengutamakan lahan milik negara dulu yang digunakan untuk pembangunan awal ibu kota baru, khususnya di wilayah Kecamatan Sepaku," ujar Hadi Saputro.
Lahan milik negara di wilayah Kecamatan Sepaku yang jadi lokasi ibu kota baru Indonesia dikelola dua perusahaan swasta melalui izin hak pengusahaan hutan (HPH) maupun hutan tanam industri (HTI). Pemilik hak pengusahaan hutan di wilayah Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara tersebut PT ITCI Hutani Manunggal di Kelurahan Pamaluan milik Sukanto Tanoto.
Perusahaan swasta lainnya yang mengelola lahan negara di wilayah Kecamatan Sepaku PT ITCI Kartika Utama di Kelurahan Maridan milik Hashim Djoyohadikusumo adik Prabowo Subianto. Menurut Kementerian Kehutanan, kata Hadi Saputro, kawasan konsesi pengusahaan hutan yang dikelola oleh dua perusahaan swasta tersebut dapat dikurangi untuk kepentingan negara. Ia mengatakan, sehingga memungkinkan lahan PT ITCI Hutani Manunggal dan PT ITCI Kartika Utama dikurangi kawasan konsesinya untuk rencana pemindahan dan pembangunan ibu kota baru Indonesia.