Selasa 08 Oct 2019 14:47 WIB

Bawaslu Setuju Pilkada Dibiayai APBN

Pembiayaan Pilkada dari APBN bisa menghindari lobi-lobi yang merugikan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), setuju dengan usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal pilkada yang mestinya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Bawaslu, hal ini bisa menghindari lobi-lobi yang merugikan.

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan seharusnya ada standar soal pembiayaan pilkada. "Kami setuju dengan usulan KPU. Supaya tidak seperti ini harus lobi-lobi DPRD. Kasihan teman-teman (penyelenggara dan pengawas) di daerah," jelas Bagja ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (8/10). 

Baca Juga

Bagja mencontohkan, standar yang dimaksud terkait honorarium petugas penyelenggara di lapangan, baik PPK, PPS dan KPPS. Karena tidak ada standar yang pasti, Bawaslu terpaksa mengikuti standar KPU dalam memberikan honorarium bagi pengawas pilkada.  

"Karena honorarium yang diajukan KPU lebih kecil, kami diminta mengikuti KPU," lanjut Bagja.

Selain itu, pembiayaan pilkada serentak melalui APBN bisa memperlancar tahapan. Sebab, menurut Bagja, persoalan penuntasan anggaran penyelenggaraan dan pengawasan pilkada hingga saat ini masih menggangu tahapan.  

"Supaya tidak menghambat tahapan nantinya. Sebab sekarang ini tahapan pilkada sudah mulai tetapi ada banyak daerah yang belum menandatangani naskah persetujuan hibah daerah (NPHD)," tambah Bagja.  

Sebelumnya, KPU mengusulkan agar anggaran pilkada ke depannya dibiayai oleh APBN. Selama ini, Pilkada dibiayai oleh APBD melalui NPHD yang disepakati dan ditandatangani oleh pemerintah daerah (pemda) dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan berdasarkan pengalaman beberapa kali Pilkada, penandatanganan NPHD di sejumlah daerah selalu terlambat dari tanggal yang ditentukan KPU. Keterlambatan tersebut bisa mengganggu kerja-kerja KPU dalam melaksanakan pilkada.

"KPU sejak lama untuk mengatasi persoalan seperti ini, pembiayaan pilkada itu bersumber dari APBN, sehingga seluruh biayanya sudah langsung dipatok dari tingkat pusat, sekali ketok palu, seluruh daerah teratasi," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/10). 

Menurut Pramono, jika menggunakan dana APBN, maka kemungkinan besar tidak ada lagi daerah yang anggaran pilkadanya terlambat atau molor. Selain itu, kata dia, pembiayaan melalui APBN akan efektif karena akan ada standar biaya yang sama.

"Meskipun ada daerah-daerah yang ada kekhususan, tetapi itu kan di pemilu nasional juga ada. Standar soal honor, jumlah kegiatan, dan lain-lain, itu bisa terstandarisasi dengan baik," ungkap dia.

Pramono mengatakan pembiayaan pilkada melalui APBN merupakan salah satu ketentuan yang diusulkan KPU untuk dimasukkan dalam revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). Pasalnya, dalam UU Pilkada, ketentuan pembiayaan Pilkada masih bersumber dari APBD

"Ini yang akan kita dorong dalam revisi UU Pilkada terkait dengan sumber pembiayaan pilkada sebaiknya berasal dari APBN agar persoalan-persoalan ini (anggaran pilkada molor) tidak terulang," tambah Pramono. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement