Senin 07 Oct 2019 23:23 WIB

Kotawaringin Timur Belum Bebas dari Ancaman Karhutla

Pada 2020 diperkirakan puncak El Nino terkuat.

Relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan.
Foto: ANTARA FOTO
Relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan.

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah diturunkan menjadi transisi pemulihan karena hujan meningkat. Namun, kabupaten ini belum bebas dari ancaman kebakaran lahan.

"Di beberapa daerah tidak ada hujan, seperti Desa Ganepo Kecamatan Seranau dan Kecamatan Pulau Hanaut. Di sana ada sekitar 70 lahan dan hutan yang masih berasap dan berpotensi terjadi kebakaran lagi kalau tidak ada hujan atau tindakan pemadaman," kata Komandan Kodim 1015/Sampit yang juga Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Kotawaringin Timur Letkol CZI Akhmad Safari, Senin (7/10).

Baca Juga

Penurunan status menjadi transisi pemulihan itu merupakan hasil rapat evaluasi yang digelar di Kantor Bupati Kotawaringin Timur. Rapat itu dipimpin Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur Sutaman.

Status transisi pemulihan kebakaran hutan dan lahan diberlakukan mulai 8 sampai 30 Oktober 2019. Masyarakat diimbau tidak melakukan kegiatan yang bisa memicu kebakaran lahan.

Akhmad mengakui, hujan sangat membantu satuan tugas dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Meski belum sepenuhnya aman, namun kebakaran lahan dan titik panas kini sangat jauh berkurang.

Dia mengaku bangga dengan kerja keras semua pihak dalam membantu menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Dia mengatakan di tengah personel yang sangat terbatas dan dihadapkan pada kebakaran yang sangat luas, tim gabungan bisa menangani titik kebakaran yang berpotensi melebar ke hutan dan permukiman sehingga kebakaran itu tidak terus meluas.

"Hasil evaluasi di lapangan, banyak lahan yang dibakar. Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar kebakaran lahan tidak terus berulang, khususnya akibat ulah manusia," ujarnya.

Hujan yang belum merata membuat kebakaran lahan masih berpotensi terjadi seperti kecamatan Seranau, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan dan Teluk Sampit. Kondisi ini harus diwaspadai karena BMKG memprediksi Kotawaringin Timur baru memasuki musim hujan pada dasarian II dan III Oktober.

Masyarakat Peduli Api di tingkat kecamatan dan desa perlu dibantu peralatan agar bisa lebih maksimal memadamkan kebakaran lahan. Pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran untuk operasional mereka sesuai kebutuhan di lapangan, tambahnya.

"Tahun ini hanyalah pemanasan saja. Pada 2020 diperkirakan puncak El Nino terkuat. Ini harus menjadi perhatian kita bersama agar tidak sampai terjadi kebakaran lahan dan asap parah. Tidak bisa hanya mengandalkan Satgas, masyarakat juga harus peduli," kata Akhmad.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kotawaringin Timur Muhammad Yusuf mengatakan, kebakaran lahan tahun ini cukup luas karena kondisi yang cukup ekstrem. Padahal, menurutnya, upaya penanggulangan yang dilakukan jauh lebih besar dan lebih baik dibanding sebelumnya.

"Sudah lebih dari 1.000 hektare lahan yang terbakar. Kebakaran terjadi hampir di semua kecamatan. Sampai ada posko tambahan untuk mengoptimalkan penanggulangan," kata Yusuf.

Dia bersyukur kondisi saat ini mulai membaik dengan makin seringnya turun hujan. Namun, semua pihak diimbau tetap mewaspadai kebakaran hutan dan lahan hingga kemarau benar-benar berlalu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement