REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa susulan masih terus dirasakan warga Maluku pascagempa Magnitudo (M) 6,5 yang terjadi pada 26 September 2019 lalu. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sampai dengaan Senin pagi tadi (7/10), pukul 03.00 WIT, lebih dari 1.000 gempa susulan terjadi.
"BMKG mengidentifikasi 1.149 kali gempa susulan dan 122 di antaranya dirasakan oleh warga," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (7/10).
Bahkan, dia menambahkan, di pukul 02.15 WIB, Senin, gempa M 3,4 dengan kedalaman 10 kilometer (km) masih terjadi dan dirasakan warga. Pusat gempa tersebut berada di laut sekitar 24 km timur laut Ambon. Namun demikian dilihat dari rangkaian gempa susulan, frekuensi cenderung turun.
Ia menyebutkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku per 6 Oktober 2019, pukul 18.00 WIT mencatat total penyintas berjumlah 134.600 jiwa, dengan rincian Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) 90.833 jiwa, Seram Bagian Barat (SBB) 37.787 dan Kota Ambon 5.980. "Sementara itu, korban meninggal dunia berjumlah 37 jiwa," ujarnya.
Sementara itu, dia menambahkan, jumlah kerusakan rumah mencapai 6.344 unit dengan tingkat kerusakan berbeda. Wilayah Kabupaten Malteng, rumah rusak berat (RB) 724 unit, SBB 298 dan Ambon 251. Rumah rusak sedang (RS) di wilayah Kabupaten Malteng mencapai 1.104 unit, SBB 469 dan Ambon 253, sedangkan rusak ringan (RR) di wilayah Malteng 2.238, Ambon 654 dan SBB 353.
Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Gempa di setiap wilayah terdampak masih melakukan upaya penanganan darurat di lapangan. Beberapa tantangan masih dihadapi oleh personel yang bertugas di masing-masing kabupaten/kota. Sebaran titik penyintas tidak terfokus pada kelompok-kelompok besar sehingga menyulitkan tenaga personel kesehatan dalam memberikan pelayanan medis.
Dia menambahkan, personel kesehatan masih sangat dibutuhkan, seperti dokter umum, bidan dan perawat, apoteker dan tenaga psikososial. Ia mengklaim penanganan darurat di sektor kesehatan tidak hanya memberikan pelayanan medis tetapi juga memastikan gizi terpenuhi pada kelompok rentan, kesehatan reproduksi, distribusi obat dan pencegahan serta pengendalian penyakit. Di sisi lain, penanganan juga dilakukan di sektor lintas seperti pendidikan, penanganan dan perlindungan penyintas, ekonomi, sarana dan prasarana serta logistik.
Sehubungan dengan penanganan darurat yang berakhir pada 9 Oktober 2019 nanti, ia menambahkan, BNPB masih terus memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah setempat dan memastikan pelayanan kepada warga terdampak dilakukan dengan baik.