REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, mendorong supaya petani bisa lebih menghemat air. Pasalnya, sampai saat ini budidaya padi konvensional identik dengan genangan air.
Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Kabupaten Subang, Priatna Sasmita, mengatakan, Kementan berupaya untuk mendorong petani, melakukan perubahan. Salah satunya, mengenai pemahaman penggunaan air, yang saat ini dinilai cukup boros. Akibatnya, saat musim kemarau, areal persawahan itu rawan kekeringan. Sebaliknya, saat musim hujan rawan tergenang banjir.
"Saat ini, kita berupaya mengedukasi petani untuk lebih cermat lagi dalam memanfaatkan air," ujar Priatna, Ahad (6/10).
Karena itu, Kementan melalui terus melakukan koordinasi dan sharing terkait dengan teknologi hemat air, dengan para pemangku kebijakan, peneliti, serta pelaku usaha tani. Dengan cara itu, diharapkan informasi mengenai teknologi hemat air bisa tersampaikan secara baik. Sehingga, pemahaman model tata kelola air untuk berbagai tipe ekosistem, khususnya dalam hal efisiensinya, bisa mengalami peningkatan di kalangan petani. Salah satu, teknologi yang menghemat ait yaitu model tata kelola air melalui irigasi tetes.
Model tersebut bisa diterapkan pada budidaya padi lahan kering. Model tersebut diharapkan tidak hanya dalam upaya efisiensi air tetapi juga mendapatkan produksi dan kualitas hasil tanaman yang lebih menguntungkan.
"Di kebun benih padi kami, model irigasi tetes ini telah digunakan. Saat ini, meskipun musim kemarau panjang, tanaman padi di Sukamandi ini bisa tumbuh dengan bagus, tanpa kekurangan air," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Agronomi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Nur Wulan Agustiani, mengatakan, model irigasi tetes ini, dirakit berupa set sirkulasi air dari penampungan menuju lahan, dalam bentuk saluran irigasi permukaan melalui pipa. Tentunya, dengan sirkulasi yang terkontrol disesuaikan dengan kebutuhan air.
"Jarak antar-pipa dan jarak lubang tetes diatur sedemikian rupa, sesuai dengan tekstur tanah," ujarnya.
Tetapi, petani harus memerhatikan juga tekanan air yang keluar dari setiap lubang tetes. Selain itu, kebutuhan air dan lama penyiraman dihitung berdasarkan total air yang digunakan dengan air yang dikeluarkan kembali (evapotranspirasi).
Model tersebut dinilai prospektif dikembangkan dalam budidaya lahan kering untuk berbagai komoditas tanaman. Tujuannya, dalam upaya efisiensi pemanfaatan air.
Teknologi irigasi tetes ini, kata Wulan, sangat prospektif ke depannya. Bahkan, bisa menunjang pengelolaan hara presisi dengan fertigasi melalui perangkat ini. Karena itu, model teknologi tersebut sangat bisa diadopsi oleh petani pada umumnya.