Sabtu 05 Oct 2019 11:57 WIB

Jawa Barat Mulai Terapkan Manajemen Krisis Kepariwisataan

Manajemen krisis kepariwisataan adalah komitmen Jabar antisipasi bencana

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berfoto di sela-sela kunjungan kerja meninjau pariwisata Jatiluhur di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (19/6/2019).
Foto: Antara/M Ibnu Chazar
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berfoto di sela-sela kunjungan kerja meninjau pariwisata Jatiluhur di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (19/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Provinsi Jawa Barat mulai menerapkan konsep Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) daerah . Hal ini sebagai komitmen terhadap pengembangan sektor pariwisata yang memiliki potensi krisis yang beragam.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik menjelaskan, Jawa Barat memiliki potensi pariwisata besar.  Dimulai dari gunung, pantai, hingga wisata buatan. Akan tetapi, Jabar juga memiliki potensi bencana yang harus diwaspadai. 

“Jawa Barat memiliki ragam etnik yang banyak, punya banyak destinasi wisata, namun di sisi lain juga memiliki multikebencanaan. Mulai dari banjir, gempa, longsor, kebakaran hutan, potensi tsunami yang membentang dari utara ke selatan. Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri di Sukabumi,” kata Dedi Taufik dalam Siaran Pers Kementerian Pariwisata, Jumat (4/10). 

Penerapan konsep MKK tersebut menjadikan Jabar sebagai provinsi kedua proyek percontohan atau pilot project MKK Daerah setelah NTB.

Menurut Dedi, tidak hanya bencana alam saja, bencana non-alam juga cukup tinggi entitasnya. “Semua ini yang harus kita waspadai agar kita tetap bersiaga dengan baik,” kata Dedi.

Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen tetap waspada dan terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder yang ada di daerah dan bersinergi dengan baik. 

“Kita harus tetap berkolaborasi dengan unsur pentahelix. Potensi bencana sudah tergambar, kalau kita tidak menjaga ekosistem alam yang kita punya secara bersama, nantinya bakal hancur, kita sendiri yang akan rugi,” katanya.

Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultural, Guntur Sakti, menjelaskan Bandung menjadi salah satu dari tiga pilot project MKK Daerah itu lantaran mempunyai destinasi pariwisata yang berpotensi bencana alam cukup besar, khususnya gempa. 

Ia juga menyadari banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi destinasi pariwisata. Namun, perlu dirumusman bagaimana cara daerah menangani situasi krisis sehingga destinasi wisata tersebut bisa segera pulih setelah terdampak bencana.

“Jawa Barat penduduknya paling banyak di Pualu Jawa, dan juga memiliki red alert di setiap daerahnya. Untuk itu, kita bersama, menyamakan persepsi tentang MKK. Komitmen kepala daerahnya juga sangat tinggi untuk menghadapi darurat bencana di Jawa Barat. Sehinga membuat kita menjadi masyarakat yang waspada terhadap bencana,” katanya.

Guntur menjelaskan, setiap bencana baik alam dan non-alam akan berdampak langsung terhadap devisa Indonesia. Sementara itu, Presiden Joko Widodo menetapkan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan penghasil devisa bagi negara.

“Pariwisata harus tumbuh di ekosistem yang aman, setelah aman, barulah kita mengawal devisa. Supaya mitigasi bencana bisa lebih baik dan hebat di Indonesia. Seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat, belajar langsung kepada Dinas Pariwisata Provinsi, baik secara regulasi, pemahaman, kelembagaan, hingga manajemen krisis,” katanya.

Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Lilik Kurniawan, menyampaikan bahwa BNPB siap mendukung penyelenggaraan manajemen krisis kepariwisataan di Jawa Barat pada setiap fase. 

Lilik juga menjelaskan Jawa Barat yang penduduknya setiap tahun bertambah, juga memiliki potensi pariwisata yang besar. Namun industri pariwisata di dalamnya selalu dihantui oleh krisis dan bencana sangat sensitif dan rentan karena mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan maupun kejadian-kejadian yang ada di sekelilingnya.

“Untuk itu, upaya mitigasi, evakuasi, penyelamatan, serta pemenuhan kebutuhan mencakup seluruh komponen masyarakat sehingga memerlukan unity of efforts dari semua pihak terkait baik penanganan wisatawan, delegasi, masyarakat yang berada di daerah tersebut,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement