Sabtu 05 Oct 2019 11:41 WIB

Bawaslu Ingatkan Bupati Maju Pilkada tak Mutasi Pejabat

Pejawat tak boleh memutasi pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar.
Foto: Republika
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia mengingatkan gubernur dan bupati/wali kota yang akan maju pada Pilkada 2020 agar tidak memutasi pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon. Larangan tidak boleh melakukan penggantian pejabat itu sudah diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Saya minta bawaslu provinsi maupun bawaslu kabupaten/kota agar mengirimkan surat cegah dini berkaitan dengan hal-hal yang tidak boleh dilakukan calon petahana," kata anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar di Denpasar, Sabtu (5/10).

Baca Juga

Dalam Pasal 71 UU No 10/2016 disebutkan bahwa gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Pejawat juga dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Jika gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan tersebut, pejawat tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota. "Sanksinya itu didiskualifikasi sebagai calon," kata dia.

"Saya minta bawaslu di daerah dalam surat pencegahan juga mengingatkan kembali mengenai netralitas ASN," ujar Fritz di sela-sela acara 'Pembinaan SDM Bawaslu melalui Sinergi dengan Stakeholder' yang dilaksanakan Bawaslu Provinsi Bali.

Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Ariyani mengatakan berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020,penetapan pasangan calon peserta Pilkada 2020 adalah tanggal 8 Juli 2020. "Kami memang telah merencanakan untuk membuat surat cegah dini seperti yang dimaksudkan Bawaslu RI, khususnya enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020," ujarnya.

Melalui surat cegah dini tersebut, ia ingin mengingatkan kembali yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta pilkada, terutama calon yang berstatus petahana. Ariyani mengatakan bahwa pihaknya juga akan menggencarkan sosialisasi pengawasan Pilkada 2020 lewat media sosial dan menyasar komunitas masyarakat hingga tingkat terbawah untuk meminimalkan terjadinya tindak pelanggaran.

"Sosialisasi dari bawaslu tentu harus berbeda dengan pilkada atau pemilu sebelumnya. Dengan sosialisasi yang berbeda, kita bisa lebih menyasar ke tingkat terbawah," katanya.

Selain pentingnya sosialisasi tatap muka langsung dengan masyarakat, ia berpendapat, penggunaan media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Facebook akan sangat efektif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai Pilkada 2020. Terutama, mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama tahapan Pilkada 2020.

Ada enam kabupaten/kota di Bali yang akan melaksanakan pilkada, yakni Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem, dan Kota Denpasar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement