REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang dibentuk pemerintah Indonesia dan Uni Emirat Arab (UAE) akan dapat digunakan untuk membangun sejumlah proyek infrastruktur. Termasuk di antaranya pembangunan di ibu kota baru.
Luhut ditemui di Kemenko Maritim Jakarta, Jumat (4/10) malam, mengatakan skema dana abadi itu akan menjadi semacam ekuitas swasta milik pemerintah. Dana ini dapat digunakan untuk investasi pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur.
“Kalau jadi, itu akan seperti private equity pemerintah, bisa seperti cadangan nasional. Bisa juga nanti untuk membangun ibu kota. Proyek infrastruktur kan banyak yang mau masuk. Dengan itu (dana abadi) akan mengurangi (beban) APBN kita serta mempercepat prosesnya,” jelasnya.
Luhut mengatakan pembentukan dana abadi itu akan segera difinalisasi. Pekan depan, tim dari UEA akan datang ke Indonesia bertemu dengan tim di Indonesia untuk mematangkan rencana itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga akan terbang ke Abu Dhabi untuk finalisasi rencana tersebut.
Luhut menjelaskan, skema pembiayaan proyek infrastruktur melalui dana abadi bukan barang baru di dunia. Sejumlah negara telah mengadopsi konsep tersebut, seperti Singapura, India, Mesir, Norwegia hingga China.
Ia juga memastikan penggunaan dana abadi untuk pembangunan, termasuk infrastruktur di ibu kota baru nantinya, tidak akan mengalami masalah. “Kan SWF itu uang kita juga (jadi tidak masalah). Undang-Undang soal pajak masih dilihat Pak Lambok (Staf Ahli Menko Maritim) agar jangan ada masalah-masalah pajaknya,” katanya.
Mantan Menko Polhukam itu menambahkan selain Indonesia dan Uni Emirat Arab, dana abadi itu juga dibidik oleh lembaga Amerika Serikat International Development Finance Corporation (IDFC). Lembaga itu bertanggungjawab untuk mempenyediakan bantuan asing melalui pendanaan proyek pembangunan swasta.
CEO IDFC Adam Boehler sendiri, lanjut Luhut, akan datang ke Indonesia untuk merealisasikan minat tersebut. “Yang jelas sekarang Indonesia dan Uni Emirat Arab dulu, tapi Amerika juga tidak keberatan masuk ke sana (dana abadi),” katanya.