REPUBLIKA.CO.ID, KAMPAR -- Polres Kampar Polda Riau tidak hanya menegakkan hukum terhadap para pelaku penyebab kebakaran hutan dan lahan. Aparat polres juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya karhutla. "Tidak hanya mengedepankan penegakan hukum. Kami juga berupaya melakukan pencegahan dengan penyuluhan, bagi yang punya lahan supaya membuka lahan dengan cara tidak dibakar," kata Kasat Reskrim Polres Kampar AKP Fajri saat ditemui di Polres Kampar, Provinsi Riau, Jumat (4/10).
Meski titik api sudah nihil di Riau, tetapi polisi masih mengawasi lahan yang sempat terbakar. "Lahan yang terbakar tetap kami pantau. Diberi garis polisi," katanya.
Sejauh ini Polres Kampar telah menangkap dua tersangka perorangan terkait kasus karhutla, yakni berinisial DA dan MA yang ditangkap pada kurun waktu Juli-Agustus 2019. "Satu kasus sudah P21, tersangka dan barang bukti sudah diserahkan ke Kejaksaan. Satu kasus masih penyidikan," katanya.
Tersangka DA dan MA diketahui membuka lahan dengan cara membakar di lahan milik mereka sendiri. "DA (membakar) tanah kapling yang masih semak belukar, niatnya mau mendirikan rumah. Namun angin kencang, api merembet hingga yang terbakar mencapai satu hektar. Kalau tersangka MA bakar lahan agar lahan dapat ditanami," katanya.
Fajri mengatakan para pelaku karhutla berkilah mereka memilih membakar lahan karena lebih hemat biaya. Luas lahan yang sempat terbakar di wilayah Polres Kampar mencapai empat hektar yakni di Kecamatan Tambang dan Kecamatan Bangkinang Kota.
Apabila terbukti bersalah, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 56 Ayat 1 Jo Pasal 108 UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan atau Pasal 69 Ayat 1 Huruf h Jo Pasal 108 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 187 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun dengan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.