REPUBLIKA.CO.ID, Seorang perempuan berjalan ke luar dari ruang kedatangan SUMA III Base Ops Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis (3/10), jelang malam. Ia berjalan keluar dengan menggendong seorang anak menuju kakaknya yang sudah menunggu sejak sore.
Keduanya berpelukan. Air mata keduanya kompak jatuh dari mata masing-masing. Sang perempuan mengusap air matanya dengan kain kerudung yang ia kenakan. Demikian pula dengan sang kakak. Keduanya menangis setelah mendapatkan jawaban atas kekhawatiran akan keselamatan belakangan ini.
"Alhamdulillah, saya yang penting adik saya selamat semua. Karena di sana banyak banget keluarga kami. Alhamdulillah selamat, yang penting nyawanya selamat. Kalau masalah harta bisa dicari," ujar Dirna Yunita (42), sang kakak, kepada Republika.
Ita, begitu panggilannya, memiliki banyak saudara yang tinggal di Wamena sejak 2009. Setidaknya, ada 19 orang keluarganya yang bekerja dan memiliki usaha di sana. Ita mengatakan, sanak saudaranya itu memiliki tujuh kios di Wamena. \"Tujuh kios adik saya terbakar semua. Enggak ada lagi, ludes," tutur wanita yang kini tinggal di Tangerang itu.
Siska (39), adik Ita yang tadi berpelukan, amat bersyukur bisa sampai Jakarta dan bertemu dengan sang kakak sebelum melanjutkan perjalanan ke Sumatra Barat. Terlebih, perjuangannya untuk mencapai Jakarta tidaklah mudah. "Naik pesawat Hercules 10 kali transit. Mana saya lagi demam. Makanya, perjuangannya tidak mudah," kata Siska dengan suara pelan.
Siska bersama 18 sanak keluarganya memutuskan untuk meninggalkan Wamena. Mereka terbagi menjadi dua rombongan. Sebanyak 13 orang menggunakan pesawat hercules. Sisanya yang merupakan laki-laki menggunakan kapal laut. "Perasaannya (meninggalkan Wamena) hancur sekali. Karena kita-kita yang tidak berdosa menjadi korban," kata wanita yang berkampung halaman di Pesisir Selatan Sumatra Barat itu.
Menurut dia, kios-kios yang keluarganya miliki dibakar habis oleh bukan penduduk asli Wamena. Ia mengatakan, pihak yang melakukan perusakan itu merupakan orang-orang yang turun dari gunung, bukan orang-orang yang biasa ia temui sehari-hari. "Yang kita temui hari-hari itu yang menyelamatkan kita, yang bawa kita ke gereja," tutur Siska.
Hal senada diungkapkan adiknya, Dani (32). Dani menjelaskan, selama 10 tahun tinggal di Wamena, semuanya baik-baik saja. Usahanya pun lancar. Tapi, semua berubah ketika kerusuhan terjadi. Ada yang melakukan pembakaran terhadap kios keluarganya. Tapi, ada pula yang membantu menyelamatkan mereka. "Kalau yang kenal dengan kami tidak (tidak melakukan kerusuhan). Justru kami dibantu untuk mengungsi."
Sama seperti Siska, Dani sempat menangis ketika bertemu dengan Ita dan keluarganya yang lain yang ada di Jakara. Saat ini, Dani mengaku tidak begitu memikirkan harta yang sudah hilang di Wamena. Kendati begitu, ia mengaku ingin kembali ke Wamena apabila situasi dan kondisi sudah pulih seperti semula.
"Sekarang nunggu kondisi di sana aman. Habis itu kami mengharapkan juga bantuan-bantuan dari paguyuban-paguyuban kami. Dari pemerintah juga," katanya.
Wakil Ketua Ikatan Keluarga Minang (IKM) Arteria Dahlan mengatakan, pihaknya akan memastikan warga Minang yang pulang dari Wamena itu mendapatkan perlindungan dan jaminan sosial. Menurut dia, IKM sudah mendata penduduk Minang yang ada di Papua.
"Sudah kita data ataupun yang kembali saat ini sudah kita fasilitasi semua. Bahkan, kalau mereka ini ingin kembali lagi, bisa kembali lagi ke Wamena nantinya," kata dia.
Ia menuturkan, orang Minang akan malu jika harus kembali dari perantauannya. Karena itu, beberapa warga Minang yang pulang kemungkinan besar ingin kembali ke Wamena.
Politikus PDIP itu mengatakan, IKM bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menjamin perlindungan dan jaminan sosial bagi warga Minang yang kembali dari Wamena itu. Selain dengan Kementerian Sosial dan BNPB, mereka berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan di Papua.
Bantuan TNI AU
Siska dan Dani berangkat dari Jayapura, Papua, dengan menggunakan pesawat Hercules C-135. Pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) itu memang difokuskan untuk perbantuan kemanusiaan di Wamena. Bersama dengan Siska dan Dani, terdapat 49 warga pendatang di Wamena yang terbang ke Jakarta menggunakan pesawat tersebut.
"Penumpang yang kita evakuasi sejumlah 51 orang. Semuanya yang berasal dari Sumatra Barat. Kurang lebih tepat pukul 16.45 WIB mendarat," ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI Fajar Adriyanto, tak lama setelah pesawat tersebut mendarat.
Fajar menuturkan, TNI AU mengerahkan tujuh pesawat yang digunakan untuk tugas tersebut di Papua, terdiri atas lima pesawat Hercules dan dua pesawat CN. "Pesawat hercules dari Skuadron Udara 31 Halim Perdana Kusuma, juga dari Skuadron Udara 32, 33 di Makassar. Ada juga CN-295 dan CN-235. Kita kerahkan semua," ujar dia.
Proses evakuasi tidak dikhususkan bagi warga Sumatra Barat saja. Semua pendatang, bahkan penduduk asli Papua, turut dievakuasi. Menurut dia, itu dilakukan karena konflik yang terjadi di Papua tidak jelas apa pemicunya.
"Sehingga warga yang merasa tidak aman di sana kita evakuasi. Sudah lebih dari 4.000 orang yang kita evakuasi," kata dia.