REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang melakukan pendataan dan pengkajian untuk mendefinisikan ulang wilayah yang masuk dalam kawasan metropolitan. Pendataan dan pengkajian terutama pada kota yang berada di pusat ibu kota dan berbagai daerah lain di Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan akan ada 10 kota yang menjadi target definisi ulang kawasan metropolitan tersebut. Sepuluh kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Palembang, Banjarmasin, Denpasar, Manado, dan Makassar.
“Itu akan menjadi 10 yang pertama karena kita sudah identifikasi di 10 daerah tersebut metropolitan areanya sudah mulai lebar,” katanya di Jakarta, Kamis (3/10).
Ia mengatakan definisi dari wilayah metropolitan sangat dinamis seperti wilayah metropolitan Jakarta yang sekarang tidak hanya mencakup Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Wilayah metropolitan sudah melebar hingga Cipanas di Selatan, Serang di Barat, dan Cikarang di Timur.
Rencananya, definisi ulang atau redefinisi itu akan dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri yang dimulai pada 2020. Redefinisi dengan melihat data pergerakan penduduk yang berada di luar kota inti menuju kota inti pada setiap harinya sehingga bisa diidentifikasi wilayah yang masuk dalam cakupan kota metropolitan.
Bambang menjelaskan caranya, yaitu dengan memanfaatkan teknologi informasi yang digunakan masyarakat dalam tiap harinya seperti internet dan handphone sehingga bisa diketahui pergerakan dari orang tersebut. “Dari HP, nomornya nanti ketahuan berapa banyak (pergerakan masyarakat yang beraktivitas di kota inti). Misalnya kalau banyak di Karawang tapi Cikarang sedikit, berarti baru sampai Cikarang, tapi kalau Karawang juga banyak itu artinya memang sudah masuk metropolitan. Itu nanti kelihatan dari big data tadi,” jelasnya.
Ia menyebutkan pendefinisian ulang tersebut tidak akan mengubah tatanan pemerintahan daerah. Akan tetapi, ia mengatakan, pendefinisian untuk mempermudah kerja sama antardaerah di wilayah tersebut sehingga pembangunan di wilayah itu juga dapat lebih terintegrasi.
"Jakarta metropolitan area sangat lebih besar dari yang kita pikirkan karena itu harus didefinisikan dengan tepat yaitu dengan data. Jadi Bappenas dan BPS akan menciptakan data seperti yang saya pelajari saat berkuliah di Amerika, metropolitan statistical area,” katanya.
Menurutnya, selama ini pembangunan fasilitas publik di wilayah metropolitan masih belum terintegrasi seperti pembangunan MRT yang hanya sampai Lebak Bulus. Sebab, beberapa langkah dari lokasi itu sudah masuk ke dalam wilayah Tangerang Selatan.
"Artinya setiap sen dari dana Jakarta tidak bisa digunakan untuk membangun area lain karena Tangerang Selatan bukan tanggung jawab Jakarta,” ujarnya.