Kamis 03 Oct 2019 12:24 WIB

Drama Perseteruan Jimly dan GKR Hemas

Jimly dan GKR Hemas sempat berebut kursi capim MPR dari Sub Wilayah Barat II.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota DPD Jimly Asshiddiqie berbincang bersama rekan sejawatnya saat mengikuti rapat paripurna MPR di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).
Foto: Republika/Prayogi
Anggota DPD Jimly Asshiddiqie berbincang bersama rekan sejawatnya saat mengikuti rapat paripurna MPR di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akhirnya menunjuk Fadel Muhammad sebagai perwakilan dari lembaganya di kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ia dipilih dengan sistem pemungutan suara dalam Sidang Pleno DPD di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta.

Ia berhasil menyingkirkan pesaing lainnya, seperti Yorrys Raweyai dan Dedi Iskandar Batubara. Fadel juga menyingkirkan senator yang sebelumnya digadang-gadang akan menempati posisi tersebut, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas.

Baca Juga

Namun sebelum dipilihnya Fadel sebagai pimpinan MPR dari DPD, terjadi drama perebutan posisi calon pimpinan MPR antara GKR Hemas dan Jimly Asshiddiqie. Di mana keduanya berasal dari Sub-Wilayah Barat II.

Dalam memilih calon pimpinan MPR, DPD terlebih dahulu memilih satu senator yang mewakili Sub-Wilayah Timur I, Sub-Wilayah Timur II, Sub-Wilayah Barat I, dan Sub-Wilayah Barat II. Proses pemilihan tersebut harus melewati musyawarah anggota yang berada di masing-masing sub-wilayah.

Akan tetapi, GKR Hemas dan Jimly berada dalam satu sub-wilayah. Dan, keduanya juga ingin maju sebagai calon pimpinan MPR dari DPD.

Jimly menilai, GKR Hemas seharusnya tak dapat mengikuti proses pencalonan pimpinan MPR untuk DPD. Karena ia pernah dianggap melanggar kode etik yang berada dalam tata tertib DPD.

"Tidak memenuhi syarat administratif seperti diatur dalam tata tertib pemilihan, karena sempat tidak aktif sebagai anggota DPD RI," ujar Jimly di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/10).

Diketahui, dalam Pasal 55 Ayat 1 huruf b disebutkan calon pimpinan tidak pernah melakukan pelanggaran tatib dan kode etik yang ditetapkan Badan Kehormatan (BK) DPD. Selain itu, calon pimpinan tidak dalam status tersangka.

Dalam Pasal 55, Ayat 1 huruf a menyebutkan calon pimpinan harus menandatangan pakta integritas yang memuat tiga poin. Pertama, mewujudkan penyelenggaraan lembaga negara yang berwibawa, baik, bersih dengan menaati peraturan Tatib dan Kode Etik DPD.

Pimpinan Sidang Pleno DPD Jialyka Maharani diberondong berbagai interupsi. Sebagian besar mempersoalkan tata tertib DPD yang sebagian pihak sah, dan sebagian lainnya menilainya cacat formil.

La Nyalla bela Hemas

Namun, Ketua DPD periode 2019-2024 La Nyalla Mattalitti menilai GKR Hemas diperbolehkan mengikuti kompetisi pencalonan pimpinan MPR. Ia menilai, istri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu belum melangga tata tertib DPD sejak pelantikan senator periode 2019-2024.

"Periode masa lalu, Bu Hemas dianggap melanggar tatib. Tapi semenjak dilantik kemarin, belum pernah dia melanggar. Sehingga saya putuskan tadi, Bu Hemas tetap bisa ikut kompetisi," ujar La Nyalla.

Dalam sidang pleno, Jimly tetap bersikeras bahwa GKR Hemas seharusnya tak dapat mengikuti prosesn pencalonan pimpinan MPR dari unsur DPD. Ia mengatakan kepada pimpinan sidang, bahwa sudah seharusnya tata tertib yang disahkan pada Rabu (18/9) dijalankan.

"Dalam tatib dijelaskan bahwa anggota yang pernah melanggar kode etik atau peraturan dalam tatib seharusnya tak diperbolehkan mengikuti proses pencalonan (pimpinan DPD dan MPR," ujar Jimly.

Akan tetapi La Nyalla sekali lagi menegaskan, GKR Hemas tetap dapat mengikuti proses pencalonan pimpinan MPR dari DPD. Sebab, ia belum pernah sama sekali melanggar tata tertib di periode saat ini.

"Udah selesai. Gini ya, jangan kita menganggap tatib salah, Bu Hemas salah karena tatib. Yang perlu saya ingatkan bahwa tatib itu adalah bukan untuk Bu Hemas atau siapa saja," ujar La Nyalla.

Ke depannya, ia ingin DPD menjadi lembaga yang lebih solid lagi. Tanpa perlu terpecah karena adanya perbedaan pandangan di setiap senator. "Saya anggap, sudahlah jangan kita kotak-kotakan selama dia masih bisa kenapa tidak. Apalagi dalam komitmen saya, saya akan mengutaman kaukus perempuan juga," ujar La Nyalla.

Akhirnya, Jialyka menetapkan GKR Hemas sebagai calon pimpinan MPR dari DPD yang mewakili Sub-Wilayah Barat II. Meski pada akhirnya, ia harus puas berada di urutan kedua. Setelah Fadel Muhammad meraih suara terbanyak dari senator yang hadir.

La Nyalla pun sempat mengajak foto bersama para calon pimpinan MPR, seperti GKR Hemas, Dedi Iskandar Batubara, dan Yorries Raweyai. Termasuk, Jimly yang sebelumnya juga menyatakan niatnya untuk mengisi posisi pimpinan MPR dari DPD.

Jimly sempat menolak ajakan La Nyalla untuk ikut foto bersama. Namun, ia akhirnya menerima ajakan tersebut dan foto bersama dengan calon pimpinan MPR dari unsur DPD lainnya.

Pada akhirnya, Fadel maju sebagai pimpinan MPR dari DPD, setelah mendapatkan 59 suara. Sedangkan GKR Hemas duduk di peringkat kedua dengan perolehan 46 suara.

"Dengan persetujuan menyatakan Saudara Fadel Muhammad sebagai pimpinan MPR RI untuk unsur DPD RI. Apakah disetujui?" tanya pimpinan rapat, Abraham Liyanto yang dijawab 'setuju' oleh senator yang hadir di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/10).

Fadel mengaku berterima kasih kepada senator yang telah memilihnya menjadi pimpinan MPR dari DPD. Fadel mengaku siap menjaga amanah dan mengemban tanggung jawab tersebut dengan baik.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman DPD yang telah memercayai saya menjadi pimpinan di MPR. Saya diminta oleh teman-teman DPD agar bisa," ujar Fadel.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement