REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan telah disahkannya Undang-Undang (UU) Pesantren oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI beberapa waktu lalu tidak hanya menjadi bentuk pengakuan negara terhadap sistem pendidikan keagamaan khas nusantara melalui pesantren.
Tetapi lebih dari itu pesantren harus dapat menunjukkan diri sebagai role model pendidikan yang menanamkan kemandirian, toleransi dan perdamaian khususnya di bidang keagamaan. Pesantren juga harus bisa menjadi pusat peradaban keilmuan keislaman yang mampu menyuarakan dan menanamkan Islam, perdamaian dan kebangsaan kepada generasi muda.
Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Oman Fathurrahman mengatakan bahwa dengan disahkannya UU Pesantren ini setidaknya telah menjadi bentuk pengakuan dari negara terhadap Pesantren. Dengan adanya UU ini diharapkan nilai-nilai yang ada di pesantren yang terkait dengan integrasi keagamaan dan kenegaraan semakin bisa ditonjolkan ke depannya.
“Di pesantren sendiri, sering dibahasakan bahwa ideologi negara Indonesia itu sebagai Darul Ahdi yang mempunyai maksud Perjanjian atau tempat negara kita bersepakat untuk menerima ideologi negara itu, siapapun yang mengkhianati atau menolak ideologi itu, maka sama dengan menolak kesepakatan bersama kita,” ujar Oman, Rabu (2/10).
Oman menjelaskan, selama ini pesantren telah dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah sangat mengakar. Dalam konteks kebangsaan pun para tokoh-tokoh pesantren juga sudah teruji dan berkontribusi. Dalam konteks Indonesia, pesantren ini juga punya sejarah tersendiri.
“Pesantren itu tumbuh dari masyarakat, karena hampir seratus persen pesantren yang ada di Indonesia ini tidak ada yang dibangun oleh negara. Tentunya banyak sekali pesantren itu dari segi support itu masih kurang, baik infrastruktur atau yang lainnya, termasuk support baik kurikulumnya maupun sumber daya manusia (SDM) nya. Oleh karenanya dengan bentuk pengakuan dari negara terhadap Pesantren adalah bentuk afirmasi. Yang mana ada afirmasi keberpihakan negara terhadap pesantren, yakni fasilitasi dari negara," katanya.
Oleh karenanya dengan disahkannya UU Pesantren tersebut kita berharap bahwa nilai-nilai yang ada di pesantren yang terkait dengan integrasi keagamaan dan kenegaraan semakin bisa ditonjolkan. Karena alumni pesantren itu para kyainya selama ini tidak ada yang resisten terhadap ideologi negara, yakni Pancasila.
“Tokoh-tokoh pesantren yang bersifat moderat tidak ada yang mempermasalahkan ideologi negara. Karena tokoh-tokoh pesantren itu sendiri sejak awal itu memang justru terlibat dalam perumusan ideologi negara tersebut yang kita sebut Darul Ahdi tadi,” kata Oman.
Lebih lanjut, Prof Oman mengatakan bahwa para pemilik Pesantren, juga harus menyinergikan kurikulumnya dengan materi-materi tentang kebangsaan. Hal ini dikarenakan materi Pesantren itu pada umumnya tentang keagamaan, sehingga perlu dibuatkan kurikulum formal tentang kebangsaan di pesantren-pesantren yang ada.
“Dengan dijadikan kurikulum maka akan ada sistem yang bisa diteruskan oleh anak-cucu pemilik Pesantren dalam mengelola pesantren itu. Jadi harus ada sistem yang menjamin bahwa kurikulum yang dibuat itu yakni keislaman-kebangsaan itu terus dilanjutkan dari waktu ke waktu.” tutur pria yang juga pernah menjadi Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.