Kamis 03 Oct 2019 03:00 WIB

BRG: Pelaku Pembakar Hutan Harus Disanksi Pidana

Penegakkan hukum harus dilakukan oleh Polri.

Rep: Febryan A/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji (kanan) berbincang dengan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead (kiri) di sela Rapat Koordinasi Penguatan Penanggulangan Kebakaran pada Lahan Gambut di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (26/9/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji (kanan) berbincang dengan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead (kiri) di sela Rapat Koordinasi Penguatan Penanggulangan Kebakaran pada Lahan Gambut di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (26/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead, berharap agar pembakar lahan diberikan sanksi tegas oleh Pengadilan dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK). Yakni dengan memberikan tiga sanksi sekaligus.

"Penegakkan hukum tentunya harus dilakukan KLHK dan Polri. Harus ada efek jera, yakni dengan diberikan sanksi pidana, perdata dan administrasi. Harus ketiganya diberikan," kata Nazir kepada Republika di kantor BRG, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).

Baca Juga

Nazir menjelaskan, sanksi pidana atau kurungan badan harus diberikan kepada pelaku ataupun korporasi pembakar hutan. Sedangkan saksi perdata dijatuhkan kepada pelaku tersebut berupa ganti rugi atas semua biaya pemadaman kebakaran. "Tentu juga kerugian masyarakat karena terganggu kesehatannya," ujar Nazir.

Untuk sanksi administrasi, lanjut Nazir, memang menjadi domain KLHK. Yakni, mencabut izin usaha korporasi yang diketahui membakar hutan di area konsensinya.

Nazir berharap sanksi tegas diberikan lantaran sejumlah lahan gambut yang menjadi target restorasi oleh badan yang ia pimpin turut terbakar tahun ini. Ia pun menduga, pelaku utama pembakaran itu adalah para pemodal besar yang ingin membuka lahan baru tanpa izin.

"Mereka melakukannya dengan membayar pembakar hutan profesional. Mereka bisa membakar area yang sangat luas dengan cepat karena cara kerjanya sangat teroganisir," ungkap Nazir.

Kepolisian sejauh ini telah menetapkan 95 korporasi sebagai tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2019 ini. Sedangkan untuk tersangka perorangan jumlanya mencapi 325 orang.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 30 September 2019, terdapat 328.724 ribu hektare (ha) lahan yang terbakar pada tahun 2019. Paling luas terjadi di Provinsi Riau, lalu disusul Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Jambi.

BRG mencatat, Karhutla 2019 ikut menghangsukan 86 ribu ha lahan gambut di seluruh Indonesia. 53 ribu ha diantaranya merupakan lahan yang sudah direncanakan untuk direstorasi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement