Rabu 02 Oct 2019 20:34 WIB

BRG: Pelaku Utama Karhutla 2019 adalah Pemodal Besar

Para pemodal besar itu membakar di lahan berstatus hutan lindung dan hutan produksi.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan water bombing pada kebakaran hutan (ilustrasi)
Foto: Antara/Bayu Pratama
Helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan water bombing pada kebakaran hutan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead, mengatakan, penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2019 adalah karena aktivitas pembakaran yang terorganisir. Pelakunya adalah para pemodal besar yang ingin membuka lahan perkebunan baru.

"Penyebab terbesar itu memang karena ada yang membakar. (Yakni) pemodal besar yang membakar lahan dengan luas mencapai ratusan hektare (ha)," kata Nazir kepada Republika.co.id di kantor BRG, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).

Baca Juga

Nazir menjelaskan, para pemodal besar itu membakar di lahan berstatus hutan lindung dan hutan produksi. Para pemodal besar itu, kata dia, adalah mereka yang tidak memiliki izin dari pemerintah provinsi untuk membuka lahan di area tersebut.

"Mereka melakukannya dengan membayar pembakar hutan profesional. Mereka bisa membakar area yang sangat luas dengan cepat karena cara kerjanya sangat teroganisir," ungkap Nazir.

Sedangkan pembakaran lahan oleh petani lokal, Nazir mengatakan tidaklah terlalu luas. Sebab, masyarakat membakar lahan hanya untuk keperluan pertanian skala kecil. "Mereka juga tau caranya karena sudah dilakukan secara turun temurun," ucapnya.

Nazir menambahkan, selain adanya pembakaran lahan, Karhutla 2019 juga disebabkan oleh dua faktor lainnya. Pertama, karena kemarau ekstrim yang berlangsung lebih lama dari biasanya. Kedua, karena pembasahan lahan gambut oleh BRG yang belum optimal. "Kita akui proses pembasahannya belum sanggup mencegah agar api tidak menjalar karena sudah berbulan-bulan tidak turun hujan," terang Nazir.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 30 September 2019, terdapat 328.724 ribu ha lahan yang terbakar pada tahun 2019. Paling luas terjadi di Provinsi Riau, lalu disusul Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Jambi.

Adapun dari total luas lahan terbakar, BRG mencatat, terdapat di antaranya 86 ribu ha lahan gambut. Dari total lahan gambut terbakar itu, 53 ribu ha di antaranya adalah lahan gambut yang merupakan target restorasi BRG.

Nazir menjelaskan, untuk lahan bersatatus area konsensi atau area yang dikelola perusahaan, target restorasi BRG mencapai 1.784.354 ha. Sedangkan yang terbakar tahun 2019 ini mencapai 20.153 ha.

Sedangkan lahan gambut terbakar paling banyak adalah di lahan berstatus area hutan lindung dan hutan produksi. Dari target restorasi 678.541 ha, sebanyak 27.205 ikut terbakar tahun ini.

Adapun di lahan berstatus penggunaan masyarakat atau area penggunaan lain, luas lahan terbakar hanya 5.602 ha dari target restorasi 678.541 ha. "Masyarakat membakar memang hanya untuk keperluan pertanian atau perkebunan skala kecil," ucap Nazir.

Untuk area paling sedikit terbakar adalah di lahan gambut berstatus kawasan konservasi. Hanya 482 ha lahan terbakar dari target restorasi 678.541 ha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement