Rabu 02 Oct 2019 03:00 WIB

Ketika Pelajaran Pancasila ingin Dipisahkan dari PKn

Siswa dinilai sudah terlalu banyak menerima pelajaran.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Mendikbud Muhadjir Effendy menyapa siswa TK, SD, SMP dan SMA/SMK yang mengungsi di SMAN 4 Salahutu, Desa Liang, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Senin (30/9/2019).
Foto: Antara/Izaac Mulyawan
Mendikbud Muhadjir Effendy menyapa siswa TK, SD, SMP dan SMA/SMK yang mengungsi di SMAN 4 Salahutu, Desa Liang, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Senin (30/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang melakukan pengkajian terkait memisahkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pemisahan ini dinilai penting untuk lebih menekankan pendidikan Pancasila kepada peserta didik. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya berencana agar ada mata pelajaran PMP sendiri. "PKn yang kita pelajari, kita kaji kemungkinan akan kita pisahkan kembali. Jadi ada mata pelajaran PMP sendiri, tidak jadi satu dengan kewarganegaraan," kata Muhadjir, ditemui usai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Kompleks Lubang Buaya, Jakarta Timur, Selasa (1/10). 

Baca Juga

Muhadjir menuturkan, pihaknya sebelumnya ingin membuat satu pelajaran kewarganegaraan digabung dengan pendidikan Pancasila. Namun, setelah dilihat kembali ada nilai-nilai Pancasila yang tidak bisa diajarkan dengan baik apabila materinya digabung dengan PKn. 

Ia menuturkan, ketika pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila digabungkan, ideologi bangsa yang diajarkan menjadi lebih berat kepada aspek pengetahuan. Padahal, kata Muhadjir PMP itu tujuannya untuk menanamkan nilai moral dan nilai Pancasila. 

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, setelah dilakukan kajian oleh Kemendikbud kemungkinan kedua materi yakni pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila akan ditata ulang. "Sehingga nanti ada mata pelajaran tersendiri yaitu penanaman nilai-niali Pancasila, ada juga mata pelajaran kewarganegaraan," kata dia lagi. 

Meskipun demikian, Muhadjir masih mengkaji agar ketika dipisahkan dan menjadi mata pelajaran baru, PMP tidak menambah beban kepada para siswa. Oleh sebab itu, Kemendikbud saat ini masih akan mengkaji soal rencana memisahkan pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila tersebut.

Muhadjir merencanakan dipisahkannya PMP dari PKn bisa dilakukan mulai tahun depan. "Hanya, bagaimana ini supaya tidak menambah beban kepada para siswa. Itu yang akan kita cari solusinya. Di samping melalui program penguatan pendidikan karakter," kata Muhadjir menambahkan.    

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan saat ini pendidikan yang diberikan kepada peserta didik sudah terlalu banyak. Ramli beranggapan, menambah mata pelajaran hanya akan memberatkan para peserta didik. 

Menurut dia, pendidikan sudah terlalu banyak dibebani namun tidak diberi kekuatan. "Ketika PMP dan PKn dipisahkan, lalu siapa lagi yang harus mengajar? Apakah harus menambah guru lagi?" kata Ramli. 

Ia menuturkan, sebenarnya beban materi peserta didik terlalu berat. Sebab, jumlah mata pelajaran terlalu banyak sehingga para peserta didik menjadi tidak fokus dalam mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. 

"Sebaiknya, dikembalikan saja ke PMP dan PKn itu dihapuskan. Bukan dipisahkan jadi pendidikan kewarganegaraan yang ditempelkan ke PMP," kata dia menambahkan. 

Sebelumnya, di dalam Simposiun Nasional Penanaman Nilai Pancasila sebagai Wahana Pembangunan Watak Bangsa di Malang pada September lalu menghasilkan empat rekomendasi. Salah satu rekomendasinya berisi pemantapan mata pelajaran PKn dilakukan melalui penguatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek nilai, sikap dan perilaku. 

Pada simposium tersebut, Mujadjir mengatakan PKn belum memiliki dampak besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini disebabkan belum adanya implementasi penanaman nilai-niali Pancasila secara konkret di sekolah melainkan hanya sebatas pengetahuan. 

"Oleh karena itu, dibutuhkan mata pelajaran yang memiliki posisi sebagai pemandu terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang ada di satuan pendidikan, termasuk pembelajaran yang ada di masyarakat maupun keluarga," kata Muhadjir.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement