REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeksekusi sembilan korporasi penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan. Kesembilan perusahaan tersebut digugat secara perdata dengan nilai gugatan Rp 3,15 triliun.
"Sekarang kami sedang melakukan proses eksekusi terhadap putusan yang sudah inkrah. Dari 17 yang kami gugat, sembilan yang sudah inkrah," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, Selasa (1/10).
Menurut Rasio, dari total nilai Rp 3,15 triliun yang digugat, baru Rp 78 miliar yang dibayarkan oleh korporasi. Uang ganti rugi yang dibayarkan tersebut akan masuk ke rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Rasio pun menekankan pihaknya akan mempercepat upaya eksekusi.
Rasio mengungkapkan, KLHK juga akan mengeksekusi PT Kalista Alam di Aceh dengan nilai gugatan mencapai Rp 360 miliar. Di samping itu, Rasio menyebutkan pihaknya juga telah meminta Pengadilan Negeri di Jambi, Palembang, Pekanbaru, Nagan Raya dan Jakarta Selatan untuk memanggil tujuh perusahaan yang harus membayar ganti rugi kepada pemerintah.
Menurut Rasio, KLHK sendiri memiliki tiga instrumen dalam penegakan hukum karhutla. Bagi korporasi yang tidak mengindahkan sanksi administratif berupa perbaikan kinerja dan penanggulangan karhutla, maka mereka bisa dipidanakan atau digugat secara perdata.
"Sudah ada satu kasus yaitu PT Kaswari Unggul, di lokasi itu terbakar, kami perintahkan mereka lakukan perbaikan dan pengelolaan lingkungan tapi tidak diindahkan. Kami pidanakan dan perdatakan mereka," terang Rasio.
Rasio menjelaskan sejauh ini penegakan hukum yang telah dilakukan KLHK berupa pemberian 211 sanksi administratif. Selain itu, KLHK juga melakukan 17 gugatan sebagai upaya penegakan hukum dan pemidanaan.