Senin 30 Sep 2019 19:36 WIB

Din: Utamakan Dialog Persuasif Soal Wamena

Pemerintah perlu bersungguh-sungguh mengatasinya dengan mengintensifkan dialog.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin melayat langsung ke rumah duka Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin melayat langsung ke rumah duka Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mendesak perlunya dialog persuasif guna menyelesaikan persoalan tragedi di Wamena, Papua. "Khusus terhadap masalah Papua, pemerintah perlu bersungguh-sungguh mengatasinya dengan mengintensifkan dialog persuasif dan menciptakan kesejahteraan serta keadilan sosial," kata Din kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/9).

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu mengatakan, peristiwa Wamena yang menimbulkan puluhan orang kehilangan jiwa seyogyanya dapat dicegah. Namun, kelambanan mengatasi dan mengantisipasi keadaan nampaknya telah menyulut tragedi sesama anak bangsa.

Baca Juga

Pertikaian itu, kata dia, mendorong disintegrasi sosial dan potensial meruntuhkan negara Bhineka Tunggal Ika. Ia mengatakan tindak kekerasan apalagi pembunuhan oleh siapapun dan atas nama apapun harus dihentikan.

Sesuai amanat konstitusi, negara harus hadir melindungi rakyat dan segenap tumpah darah Indonesia. "Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia dari perpecahan dan membuka hati pemangku amanat untuk mengemban amanat secara sejati," katanya.

Pada kesempatan itu, Din juga melontarkan pendapatnya mengenai aksi protes mahasiswa dan pelajar. Din mengatakan itu bukan hal sepele maka perlu disikapi dengan penuh kepedulian.

Aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan menggumpal terhadap pengabaian akan aspirasi rakyat oleh DPR dan pemerintah. "Sejumlah UU yang disahkan DPR seperti UU tentang KPK, penundaan pengesahan RKUHP dan lain sebagainya menunjukkan DPR dan pemerintah tidak peduli terhadap aspirasi rakyat dan mengabaikan mekanisme pembahasan RUU yang bersifat terbuka," kata dia.

Menurut dia, aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merasa memiliki keterpanggilan pengawasan sosial untuk perbaikan justru dihadapi aparat keamanan dan penegakan hukum dengan sikap otoriter dan represif. Akibatnya, jiwa mahasiswa terenggut oleh senjata yang dibeli dengan uang rakyat.

"Demi kemanusiaan yang adil dan beradab dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saya mendesakkan penghentian pendekatan otoriter, represif dan kekerasan negara atas rakyat warga negara," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement