Senin 30 Sep 2019 20:00 WIB

Banyak Warga Surabaya tak Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Hanya segelintir warga Surabaya yang mengibarkan bendera setengah tiang.

Pengibaran bendera merah putih setengah tiang. (Ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai
Pengibaran bendera merah putih setengah tiang. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Banyak warga di Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak mengibarkan bendera merah putih setengah tiang pada Senin (30/9). Pengibaran bendera merah putih setengah tiang merupakan bagian dari peringatan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau dikenal G30S/PKI.

"Saya lupa kalau hari ini memperingati G30S/PKI," kata salah seorang warga Medayu Utara Surabaya, Udin, di Surabaya, Senin.

Baca Juga

Pantauan Antara di sepanjang Jalan Medayu Utara, khususnya di gang-gang, tampak sepi dari bendera merah putih setengah tiang. Ada warga yang memasang bendera setengah tiang, namun jumlahnya bisa dihitung jari.

Begitu juga halnya di perkampungan lain seperti Pandugo, Panjaringan Sari, dan lainnya juga terlihat sepi. Bahkan, di sepanjang kawasan perniagaan di Jalan Ir Soekarno (MERR), Jalan Kertajaya, dan Jalan Raya Gubeng jarang terlihat bendera setengah tiang dikibarkan.

Hal sama juga dikatakan Indra, warga Panjaringan Sari. Ia mengaku satu hari sebelum hari H sudah diberitahu oleh ketua RT-nya melalui grup Whatsapp agar memasang bendera setengah tiang.

"Tapi saya cari bendera saya di lemari tidak ada. Mungkin saya lupa menyimpannya pada saat 17 Agustus lalu," katanya.

Dosen Sosiologi FISIP Univeritas Wijaya Kusuma Surabaya Umar Salahudin mengaku prihatin dengan sepinya pengibaran bendera setengah tiang untuk menghormati jasa para pahlawan, khususnya pahlawan revolusi dalam menjaga ideologi Pancasila.

"Padahal tradisi ini sudah dipraktikan sejak dulu," kata Umar yang juga Koordinator Parliament Watch Jatim.

Menurut dia, situasi dan kondisi politik Indonesia mulai berubah, apalagi dengan perubahan rezim. Ia berpendapat, setiap rezim politik memiliki pandangan dan tafsir berbeda dalam menyikapi tragedi G30S/PKI.

"Saya melihat rezim sekarang terlalu permisif atau kurang peduli terhadap tragedi itu. Ini yang kemudian berimplikasi pada sikap politik atas ritual tahunan masalah pengibaran bendera," katanya.

Selain itu, menurut Umar, ideologi Pancasila masih sebatas pigura dan hanya ritual saja, tapi tidak mewujud dalam laku dan kebijakan negara. Kondisi elite di atas berdampak kepada kondisi di tingkat masyarakat.

"Masyarakat juga sudah mulai abai dan lupa terhadap tragedi berdarah G30S/PKI. Tragedi itu dianggap kejadian biasa, sebut saja misalnya sekarang nonton film G30S/PKI sudah mulai jarang dilakukan masyarakat," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement