Senin 30 Sep 2019 09:51 WIB

Waspadai Potensi Likuefaksi di Pantai Padang

Kawasan pantai Padang tak disarankan sebagai lokasi berdirinya bangunan besar.

Foto udara perahu nelayan berada di dekat batu pemecah ombak di Pantai Padang, Sumatera Barat, Kamis (4/4/2019).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Foto udara perahu nelayan berada di dekat batu pemecah ombak di Pantai Padang, Sumatera Barat, Kamis (4/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang, Sumatra Barat, mengungkap hasil kajian terkait kondisi pesisir daerah setempat. Merujuk pada studi yang dilakukan para ahli, likuefaksi berpotensi terjadi, terutama dalam area radius 500 meter dari bibir pantai Padang.

Setidaknya, area potensi likuefaksi itu mencakup wilayah antara Kelurahan Air Tawar Barat dan Kelurahan Lubuk Buaya di Kota Padang. “Berdasarkan hasil kajian pakar dari Universitas Andalas, kawasan di Air Tawar hingga Lubuk Buaya terdapat potensi likuefaksi,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang Edi Hasymi di Padang, Ahad (29/9).

Likuefaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Edi mengatakan, temuan mengenai potensi likuefaksi di pesisir Kota Padang itu hendaknya diperhatikan para pemangku kepentingan. Sebab, langkah-langkah antisipasi diharapkan dapat diambil sedini mungkin.

Bagaimanapun, lanjut Edi, hasil kajian tersebut menyatakan, potensi likuefaksi di daerah pantai Sumatra Barat itu tidak akan separah yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 silam. “Jadi, (kajian) ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi melakukan antisipasi, sehingga masyarakat lebih siap jika ada bencana gempa untuk meminimalkan korban,” ucap Edi.

Dia menjelaskan, daerah di antara Air Tawar Barat hingga Lubuk Buaya dahulu kala merupakan rawa-rawa. Namun, keadaannya pada saat ini sudah berubah menjadi permukiman masyarakat.

Sebelumnya, Loka Riset Sumbar Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Kelautan dan Perikanan telah melakukan kajian terkait potensi likuefaksi. Hasilnya, Kota Padang diketahui memiliki tiga zona likuefaksi yang dapat dibagi berdasarkan potensi kerusakan.

Menurut peneliti dari LRSDKP Kelautan dan Perikanan Wisnu Arya Gemilang, potensi likuefaksi ditemukan terutama di sepanjang pantai daerah tersebut. Arya menuturkan, pihaknya yang telah meneliti sejumlah daerah pantai di Indonesia menemukan, wilayah pesisir Sumatra Barat didominasi pasir lepas dengan kedalaman muka air tanah sangat dangkal.

Kepadatan tanah pesisir provinsi tersebut juga diketahui lemah. Bentuk butiran pasir yang seragam hingga beberapa kilometer dari bibir pantai, lanjut Arya, menjadi ciri khas kondisi tanah yang berpotensi memunculkan likuefaksi.

Dia memilah potensi likuefaksi di Kota Padang menjadi tiga kategori, yakni sangat tinggi, sedang, dan rendah. “Untuk sangat tinggi berada di sepanjang pesisir, dan semakin ke timur, potensinya menjadi kian rendah,” ujar Arya.

photo
Warga berada di atas batu pemecah ombak di Pantai Padang, Sumatera Barat, Kamis (4/4/2019).

Pada 30 September 2009 lalu Sumatra Barat diguncang gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter. Pusat gempa ini terletak di sekitar 50 kilometer arah barat laut Kota Padang.

Menurut Arya, pada saat itu kawasan pantai Kota Padang mengalami likuefaksi. Namun, fenomena yang ada berbeda daripada yang terjadi di Palu pada 2018. “Jika di Palu berbentuk aliran, di Padang bersifat ambles,” kata dia.

Pihaknya merekomendasikan, kawasan pantai Padang tidak disarankan sebagai lokasi berdirinya bangunan-bangunan besar. Namun, saat ini jumlah bangunan di sepanjang pantai Sumatra Barat cukup banyak.

Malahan, tak sedikit di antaranya berupa gedung-gedung perhotelan. Pantai-pantai di provinsi pusat budaya Minangkabau itu juga marak menjadi destinasi wisata.

n antara ed: hasanul rizqa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement