REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Menurut PKS, pemerintah sebaiknya fokus menyelesaikan masalah ekonomi nasional yang sedang tidak menguntungkan dan penuh tantangan berat.
"Begitu banyak pekerjaan rumah kita yang mendesak, seperti deindustrialisasi dini, lapangan kerja, kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan infrastruktur, perbaikan kinerja neraca perdagangan, iklim investasi, biaya investasi tinggi dan pemenuhan kebutuhan pangan," kata Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Sukamta di Jakarta, Ahad (30/9).
Ada delapan alasan kuat penolakan tersebut. Pertama, wacana pemindahan ibu kota negara yang pasti akan menjadi isu besar ternyata tidak muncul dalam dokumen perencanaan seperti RPJP Nasional 2005-2025, tidak muncul dalam RPJM Nasional 2015-2019 dan juga dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2019.
Namun, menurut dia, belum lama ini Menteri PPN/Bappenas menyatakan rencana pemindahan ibu kota negara telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang wujudnya setelah dicek baru dalam bentuk drafrencana teknokratik.
"Artinya RPJMN 2020-2024 ini belum menjadi dokumen perencanaan yang disahkan dalam bentuk peraturan presiden," ujarnya.
Kedua, dokumen kajian yang disampaikan Menteri PPN/Bappenas Executive Summary Kajian Pemindahan IKN Penentuan Lokasi Ibu Kota Negara (IKN) belum dalam karena data dan kajian yang disajikan tidak memuat hitungan dan kalkulasi secara rinci serta analisis mendalam berdasar berbagai teori pemindahan ibu kota negara.
Ketiga, persoalan sumber daya manusia (SDM) para aparatur negara yang akan ikut terdampak. Jumlah aparatur sipil negara (ASN) mencapai dua juta orang yang kemungkinan besar sejuta di antaranya harus terdampak ikut berpindah dengan rencana kepindahan ibu kota negars.
"Hal ini akan menjadi permasalahan mikro, karena kepindahan ASN itu tentunya kemungkinan besar akan diikuti oleh kepindahan keluarganya yang notabene akan membutuhkan fasilitas-fasilitas kehidupan, seperti hunian, sekolah, rumah sakit dan seterusnya," katanya.
Keempat, biaya perpindahan ibu kota yang tidak sedikit, yaitu mencapai Rp466 triliun dan 19 persen yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut tentu saja akan berdampak serius kepada keuangan negara yang masih mengalami beberapa persoalan, yaitu realisasi penerimaan negara sangat rendah karena penurunan harga minyak dunia.
"Kelima, dari aspek distribusi PDB Indonesia tahun 2018 menurut pulau yang sebagian besar di Jawa terutama di DKI (17,3 perden). Kalimantan Timur hanya menyumbang sekitar 4,26 persen," katanya.
Keenam, Pulau Kalimantan termasuk Kalimantan Timur selama ini dikenal sebagai "paru-paru dunia" karena luasnya hutan tropis di pulau tersebut mencapai 40,8 juta hektare dan Kalimantan Timur menyumbang 12,6 juta hektare.
Meskipun konsep yang ditawarkan pemerintah dalam wacana pemindahan ibu kota ini adalah forest city seperti di London, namun belum ada konsep yang utuh yang ditawarkan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.
"Pada prinsipnya kami tidak ingin pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur ini, nantinya membawa dampak yang buruk terhadap eksistensi ekosistem dan sumber daya air di sana," ujarnya.
Ketujuh, salah satu alasan utama pemerintah mewacanakan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur karena Jakarta dianggap sudah tidak layak menjadi ibu kota, Ini mengingat banyaknya masalah yang terjadi di kawasan perkotaannya seperti kemacetan, polusi udara, banjir, sampah dan lain-lain.
Menurut dia, PKS mengusulkan agar selain "Kajian dan Kebijakan Teknis Pemindahan Ibu Kota", pemerintah juga wajib membuat membuat "Kebijakan Strategis Nasional untuk Penyelesaian Masalah Perkotaan DKI Jakarta" yang disusun bersama pemerintah daerah setempat, para akademisi dan aliansi masyarakat.
Kedelapan, dari sisi pertahanan, pemerintah perlu mempertimbangkan posisi Kalimantan Timur yang berdekatan secara geografis dengan Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang sedang menjadi perairan sengketa antara Tiongkok dengan lima negara Asia lainnya.
Menurut dia, pemerintah perlu turut memperhitungkan perkembangan situasi regional dan global pada saat ini. Sementara itu alat utama sistem persenjataan dan infrastruktur pertahanan Indonesia masih banyak terdapat di Pulau Jawa, sehingga akan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk memindahkannya ke Kalimantan Timur.
Selain itu pemerintah juga perlu memperhatikan ketersediaan infrastruktur pendukung di bidang pertahanan di Kalimantan Timur untuk menunjang kebutuhan pertahanan dan berjalannya roda pemerintahan.