REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menyatakan pihaknya sudah menyampaikan solusi menangani persoalan ekonomi bangsa ke pemerintah. Menurutnya, solusi tersebut merupakan hasil kajian ilmiah dan sifatnya terbuka.
Karena itu, ia mengaku juga siap menerima sanggahan dari berbagai pihak atas hasil kajiannya tersebut. ''Tak ada lagi istilah 01 atau O2, saya undang semua partai, Kemhan, berbagai lembaga termasuk mabes-mabes (Mabes TNI AD, AL, dan AU -red), para rektor, BIN, BAIS, dan media massa,'' ujar Prabowo saat berbicara pada simposium di Amphitheater Universitas Kebangsaan Republik Indonesia di Hambalang, Kabupaten Bogor, Kamis (26/9).
Dalam simposisum bertema 'Strategi Dorongan Besar Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Dalam Rangka Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi Dua Digit' itu, Prabowo menekankan, mengacu data Bank Dunia, pendapatan domestik brutto (PDB) per kapita masih sangat rendah yaitu US$ 3.893. Angka ini hanya meningkat tiga persen dari tahun 2014 yaitu US$ 3.491. Sementara, laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 11,49 persen per tahun.
Jika laju pertunbuhan penduduk tak diimbangi dengan peningkatan PDB yang signifikan, akan menimbulkan masalah. Semisal pengangguran, kerawanan pangan, dan masalah demografi lain. Disamping harus mengejar ketertinggalan dengan negara lainnya.
Mengutip skenario pertumbunan ekonomi versi pemerintah (simulasi Bappenas Juni 2019), Prabowo menyebutkan, angka tertinggi untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen, kategori sedang 6,1 persen, dan terendah sebesar 5,5 persen. Skenario itu disimulasikan untuk rentang waktu tahun 2020 hingga tahun 2024 mendatang.
Sementara itu, ketergantungan impor minyak mentah (crude oil) sebesar 16 juta ton dan bahan bakar minyak (BBM) 26 juta ton per tahunnya. Angka ketergantungan minyak mentah dan BBM menghabiskan devisa negara sebesar US$ 20 miliar per tahun.
Belum lagi ketergantungan pada bahan pangan khususnya gandum sebesar 18 juta ton per tahun. Demikian pula impor beras 2 juta ton per tahun dan jagung 1 juta ton per tahun yang totalnya menyedot devisa negara US$ 5 miliar per tahunnya.
Mengatasi persoalan itu, lanjut Prabowo, pihaknya menyusun strategi dorongan besar untuk mengatasi masalah inti ekonomi Indonesia. Dia mengklaim strategi yang disebutnya 'Big Push Strategy' itu diyakini mampu memecahkan persoalan dengan target-target strategis. Yakni, mencapai swasembada pangan dalam tempo dua tahun; mencapai swasembada energi dalam tiga tahun; dan menciptakan 28 juta lapangan kerja dalam tiga tahun.
Swasembada pangan dalam tempo dua tahun dengan meluncurkan strategi konversi hutan rusak menjadi lahan pertanian seluas 8 juta hektare. Rinciannya, lahan seluas 6 juta hektare untuk memproduksi 18 juta ton gandum per tahun. Asumsinya, per hektare lahan memproduksi 3 ton gandum. Pasuruan, sebutnya, adalah satu daerah yang menurutnya sudah sukses memproduksi gandum.
Selanjutnya, disiapkan lahan seluas 1 juta hektare untuk memproduksi 10 juta ton beras per tahun dan jagung 1 juta ton per tahunnya. Total investasi yang dibutuhkan untuk membuka lahan seluas 8 juta hektare lahan produktif sebesar US$ 24 miliar atau US$ 3.000 per hektarenya.
Adapun untuk swasembada energi dalam 3 tahun diperlukan lahan seluas 3 juta hektare. Rinciannya, penanaman singkong dan aren untuk hasilkan 36 juta ton bioethanol. Hal ini mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM. Investasi yang diperlukan untuk ini sebesar US$ 3.000 per hektare atau US$ 18 miliar. Adapun soal kebijakan Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak kelapa sawit, bisa dialokasikan untuk tambahan bahan baku biodiesel.
"Pada dua mega proyek itu diproyeksikan mampu menyerap 28 juta tenaga kerja. Ini dapat menekan angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka secara signifikan," ujarnya sambil menyebutkan dengan strategi itu proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kategori terendah saja akan mencapai 7 persen.
Hadir dalam acara tersebut, sejumlah tokoh nasional semisal Rachmawati Soekarnoputri, Titiek Soeharto, mantan KSAD Jenderal Pur Djoko Santoso, Fuad Bawazier, dan sejumlah tokoh lainnya.