Kamis 26 Sep 2019 07:11 WIB

Peneliti LIPI: Ideologi Pancasila Harus Jadi Panutan

Tidak perlu kita menyebut-nyebut, ‘saya Pancasila, saya Indonesia’.

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesaktian Pancasila sering didengungkan sebagai bukti keteguhan falsafah negara ini dalam menghadapi upaya ancaman penggantian ideologi negara. Padahal Pancasila sakti bukan karena ia mampu menolak berbagai ideologi yang mengancam, tetapi kesaktian Pancasila ini karena ia menjadi bagian integral yang telah melindungi keragaman dan sesuai dengan identitas bangsa, sehingga ideologi lain seperti Komunisme ataupun Khilafah menjadi tertolak.

Ideologi seperti komunisme yang pada mulanya ingin memperjuangkan kelompok proletar dan kaum tertindas direduksi menjadi ideologi keras yang bertentangan dengan Pancasila yang berketuhanan. Begitu pula khilafah sebagai model kepemimpinan dalam Islam yang menerapkan syariah direduksi menjadi ideologi kekuasaan yang ingin memberangus keragaman dan kebinekaan yang bertentangan dengan Pancasila.

Peneliti senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro mengatakan bahwa jika ingin Pancasila membumi maka bangsa ini memerlukan panutan-panutan yang dicerminkan oleh para tokoh elite nasional hinga tokoh-tokoh di daerah.

“Karena tidak mungkin Indonesia dibangun tanpa Pancasila. Karakter Pancasila itu adalah karakter kita,  nafas kita, roh kita, ideologi kita. Kalau itu ditinggalkan, ya kita akan membangun nilai-nilai baru yang tidak  jelas itu,  sehingga masuklah infiltrasi ideologi-ideologi lain yang menjanjikan seolah-olah akan menjadikan Indonesia lebih baik, baik itu nanti Islam yang tadi disebut Khilafah maupun Komunisme, yang sudah jelas-jelas komunisme adalah kita larang,” ujar Siti Zuhro di Jakarta, Rabu (25/9).

Lebih lanjut, Siti Zuhro mengatakan bahwa tidaklah perlu kita menyebut-nyebut, ‘saya Pancasila, saya Indonesia’.  Tetapi yang diperlukan adalah bagaimana kita sebagai warga negara Indonesia ini bisa menghayati, ,mengimplementasi dan mengkongkritkan Pancasila itu dalam kehidupan dan keseharian kita.

“Itulah nilai-nilai lokal yang harus kita kedepankan kembali, karena tidak ada bangsa yang besar tanpa mengedepankan nilai-nilai nya sendiri. Karena kita orang Indonesia dengan Pancasila, dengan Bhinneka Tunggal Ika kita, dengan keyakinan pada NKRI dan mengacu pada konstitusi yang disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945.” tutur. peraih gelar Doktoral Ilmu Politik dari Curtin University Australia ini.   

Agar para generasi muda yang masih mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah ini tidak mudah tersusupi paham-paham seperti khilafah ataupun Komunisme,  wanita yang biasa disapa Wiwieq itu mengatakan,  sejatinya lembaga-lembaga pendidikan  juga berkewajiban  menyampaikan kepada anak didiknya bahwa Indonesia memiliki konsensus dasar yang sangat wajib dan tidak bisa ditawar-tawar lagi yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Yang mana empat konsensus tersebut sangat wajib diikuti dan dipatuhi dan tidak bisa ditawar lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement