Kamis 26 Sep 2019 20:56 WIB

Guru Honorer Pelaku Cabul di Banjar Pernah Jadi Korban Pencabulan

Pelaku pernah menjadi korban pencabulan ketika masih SMA.

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com
 Pencabulan (ilustrasi)
Pencabulan (ilustrasi)

BANJAR, AYOBANDUNG.COM -- HA (43 tahun), guru honorer pelaku pencabulan, ternyata pernah mengalami aksi pencabulan sewaktu masih remaja. Kapolres Banjar AKBP Yulian Perdana mengatakan, pencabulan yang dialaminya terjadi sekira 1993 ketika HA masih menjadi siswa SMA. Tersangka mengaku dicabuli oleh salah seorang saudara dekatnya.

Setelah pencabulan, HA beraktivitas seperti biasa dan tumbuh sebagaimana anak muda. Namun, sejak 2006 ia memiliki hasrat untuk melakukan pencabulan kepada anak-anak dan melampiaskan nafsunya tersebut.

Yulian mengatakan, dengan adanya kasus ini, semua pihak perlu lebih hati-hati dan waspada mengawasi anaknya. Pasalnya, korban pencabulan bukan tidak mungkin dapat menjadi pelaku pencabulan di masa datang.

"Ini merupakan fenomena gunung es. Anak (korban) bisa menjadi pelaku berikutnya. Kajian-kajian psikologi sudah ada yang mengkajian seperti itu," kata dia. HA sendiri ditangkap terkait pencabulan yang dilakukan terhadap puluhan anak.

AYO BACA : Oknum Guru Honorer di Banjar Cabuli Puluhan Anak

Yulian menegaskan, di era serba modern seperti saat ini, peran orang tua tak cukup dengan menyekolahkan anak. Lebih dari itu, orang tua juga harus memerhatikan dan mendidik anak. Terlebih mengenai pendidikan seksual.

Ia menjelaskan, pendidikan seksual bukan berarti mengajarkan anak melakukan hubungan seksual, melainkan mendidik anak mengerti untuk melindungi dirinya sendiri. "Itu harus sejak dini ditanamkan. Karena kekerasan seksual bisa jadi beruntun," kata dia.

Ia menjelaskan, anak-anak yang melakukan hal itu sudah menganggap pencabulan adalah hal normal. Artinya, ada disorientasi anak setelah mengalami kekeresan seksual.

AYO BACA : Tips Orang Tua Hindari Anak dari Pencabulan

"Saya tidak punya kompetensi untuk melakukan itu. Tapi kita harus lebih peduli lagi pada anak. Karena pelaku bisa siapa pun," kata dia.

Ia menilai, dalam kasus ini, hukuman penjara bisa jadi tidak terlalu efektif. Untuk memangkas rantai kekerasan itu, lanjut dia, diperlukan rehabilitasi atau langkah-langkah edukasi untuk mencegah kasus ini.

"Kita harap ini kejadian terakhir. Kita harus melindungi masa depan anak bangsa," jelas dia

Ia menegaskan, tersangka akan dijerat Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 82 ayat 4, 5, 6, 7. Tersangka diancam penjara minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun dan denda Rp 5 miliar. Adanya penyediaan pasal, kata dia, bisa menambah hukuman pidana selama sepertiga hukuman maksimal. "Itu di Pasal 82 ayat 4," jelasnya.

AYO BACA : Psikolog: Ini Penyebab Aksi Pencabulan

Sedangkan dalam ayat 5, tersangka dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Ia menambahkan, tersangka juga bisa dikenakan hukuman pemasangan alat elektronik berupa chip agar keberadaan pelaku bisa dipantau setelah menjalani hukuman penjara.

Sementara itu, pelaku pencabulan yang masih di bawah umur, yakni usia 11 dan 12 tahun, akan diperlakukan sesuai mekanisme sistem peradilan anak. "Kita utamakan kepada mereka bagaimana rehabilitasi," kata dia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement