Rabu 25 Sep 2019 18:49 WIB

DPR: RUU PKS tidak Mungkin Disahkan di Periode Ini

Pembahasan RUU PKS masih panjang karena perlu penyesuaian dengan KUHP dan KUHAP.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tidak mungkin disahkan pada periode ini. Pembahasan RUU PKS belum final, sedangkan masa jabatan DPR RI tersisa hanya tiga hari.

"Ya tidak mungkin dong, tidak mungkin lagi (disahkan di periode ini)," kata Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (25/9).

Baca Juga

Pada Rabu hari ini, Panitia Kerja RUU PKS kembali melakukan pembahasan dengan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPA). Marwan mengatakan, agenda pertemuan adalah melakukan pembahasan terkait sejumlah definisi dalam RUU PKS.

Marwan mengatakan, pembahasan sudah menyepakati soal pencegahan, perlindungan, dan rehabilitasi. Namun, RUU PKS juga harus disesuaikan dengan definisi dalam Rencana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

 

Selain dengan KUHP, ia menerangkan, pemidanaan dalam RUU PKS juga perlu penyesuaian dengan KUHAP. Pada rapat tersebut, akhirnya disepakati pemerintah dan DPR untuk kembali membentuk Tim Perumus (Timus) untuk membahas pasal ketentuan pidana.

Dengan demikian, jalan pembahasan RUU PKS masih panjang. "Tinggal pidana nanti kita bandingkan dengan KUHP tinggal pemidanaan. itu semacam KUHAP-nya, ya, ditambah pemberatan, misal rampas hartanya untuk rehabilitasi," ujar dia.

Dalam pembahasan ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih tetap menyatakan ketidaksetujuannya. Namun, menurut Marwan, sikap PKS ini masih bisa dilunakkan dengan lobi politik.

"Itu kan biasa, kalau sudah mentok tidak ada kesepahaman, kembali lagi lobi politik. Biasa itu dalam pembuatan undang-undang, saya percaya tidak ada yang tidak mungkin dilakukan kalau ada lobi politik," ucap dia.

Dari pihak pemerintah, Deputi perlindungan Hak Perempuan KemenPPA Venetia Danes menyatakan, ada sembilan jenis kekerasan seksual. Jenis yang paling sering dibahas dalam RKUHP adalah pemerkosaan, dan pencabulan. 

"Kami berharap tujuh perkara yang tidak diatur dalam RKUHP akan merupakan lex specialis yang diatur di RUU PKS ini. Karena memang itu nyata ada kasus-kasusnya yang tidak bisa terselesaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada," ujar dia. 

Karena itu, Vennetia menegaskan akan melakukan sinkronisasi antara RUU PKS dengan RKUHP. Dengan tertutupnya kemungkinan pengesahan di RUU PKS pada periode 2014 - 2019, DPR RI pada periode 2019-2024 dapat melanjutkan pekerjaan pembahasan RUU tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement