REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Asrul Sani, menjelaskan bahwa Presiden tidak menolak empat buah Rancangan Undang-Undang untuk disahkan. Namun, menurutnya, Presiden hanya ingin menunda pembahasannya hingga kepemimpinan DPR periode mendatang.
"Saya kira jelas, Presiden menunda itu untuk kami kemudian membahas kembali secara cepat itu di DPR periode mendatang," ujar Asrul usai sidang Paripurna sepuluh di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen RI Jakarta, Selasa (24/9).
Keempat RUU tersebut menurut dia adalah RUU Pertanahan, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Mineral dan Batubara.
Arsul mengatakan, Presiden bukan membatalkan politik hukum yang telah disepakati bersama antara Pemerintah dan Anggota DPR. Namun menunda untuk memberikan waktu bagi DPR dan Pemerintah menjawab 'kekhawatiran' masyarakat.
Menurut dia, sudah ada aturan yang disepakati mengenai keberlanjutan pembahasan (carry over) RUU. Hal itu terdapat dalam revisi Undang-Undang UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) yang baru disahkan.
Sehingga, apabila terdapat UU yang tidak bisa disahkan di satu periode bisa disahkan di periode berikutnya tanpa harus melalui rapat pembahasan awal lagi. Ia mencontohkan masalah aborsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dipersoalkan masyarakat. DPR tidak lagi membahas dari awal seperti mulai tahapan persetujuan fraksi dan penentuan materi. Namun akan membahas pasal yang dipersoalkan tersebut.
"Substansinya itu misalnya membahas menyangkut pengecualian. Kalau kita lihat, apa saja yang dikecualikan dari aturan pemidanaan aborsi tersebut di dalam penjelasan," kata Arsul.