Selasa 24 Sep 2019 17:01 WIB

BNPB Sebut Karhutla 2019 di Jambi Lebih Buruk dari 2015

Pencemaran udara di Jambi karena karhutla sangat buruk.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Hafil
Sebuah pesawat udara bersiap lepas landas di Bandara Sultan Thaha yang diselimuti kabut asap karhutla, Jambi, Senin (23/9/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Sebuah pesawat udara bersiap lepas landas di Bandara Sultan Thaha yang diselimuti kabut asap karhutla, Jambi, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAMBI -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Karhutla di Provinsi Jambi sangat buruk. Bahkan catatan ISPU Jambi tahun 2019 lebih buruk dibandingkan 2015.

Kepala BNPB Doni Monardo yang meninjau lokasi di Jambi mengungkap ISPU kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Jambi tahun ini sangat buruk. "Hal ini berdampak kepada kesehatan. Catatan ISPU tahun 2019 lebih jelek dibandingkan tahun 2015" kata Doni seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id Selasa (24/9).

Baca Juga

Ia menambahkan, Jambi begitu pekat asapnya, karena lebih dari lima ribu hektare area adalah lahan gambut yang kedalamannya cukup dalam. Di beberapa tempat apinya ada yang berada di dalam tanah, dengan kedalaman 5 meter.

Data BMKG hingga 23 September 2019 menunjukkan tahun 2015 ISPU (Partikulat PM10) terburuk Jambi adalah 173 atau tidak sehat. Sedangkan di tahun 2019 ISPU (Partikulat PM10) terburuk Jambi mencapai 411 atau berbahaya.

Kedepannya, ia meminta pencegahan akan jauh lebih baik dari penanggulangan. "Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dan water bombing tidak serta merta dapat mengatasi karhutla. Hanya alam yang dapat mengatasinya, yakni hujan," ujarnya.

Ia bersyukur keberhasilan TMC membuahkan hasil hujan kembali mengguyur Jambi pagi ini. Ini karena doa dan usaha manusia memadamkan karhutla. "Saya mendapat laporan sudah delapan kabupaten yang mengalami hujan," ujarnya  di Posko Karhutla, Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi.

Strategi selanjutnya adalah menggalakkan sosialisai kepada masyarakat secara langsung. Libatkan pemuka agama dan sebagainya untuk sosialisasi yaitu tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Selain dampak terhadap kesehatan juga berakibat buruk. Kepala BNPB berpesan jangan sampai ada lagi titik api baru.

"Mari kita bersinergi dan berkolaborasi dengan semua komponen. Tidak lupa media juga harus mengawal, dan mengingatkan masyarakat," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement