REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak kesehatan dan pendidikan warga negara di wilayah terdampak asap akibat kebakaran hutan dan lahan telah terenggut oleh gangguan asap karhutla. Namun, pemerintah dinilai belum serius menanggapi bencana asap ini.
"Masalah asap ini sudah memakan banyak korban. Saya melihat pemerintah belum serius dalam menanggapi masalah mengerikan ini," kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (24/9).
Ia mengatakan banyak korban berjatuhan akibat asap karhutla, mulai dari infeksi saluran pernafasan akut hingga meninggal dunia. Hak masyarakat untuk mendapatkan udara sehat, kata dia, telah terenggut oleh asap.
Asap akibat kebakaran hutan dan lahan juga mengganggu kegiatan masyarakat sehari-hari, termasuk kegiatan anak-anak bersekolah. "Bagaimana anak-anak pergi ke sekolah bila kabut masih pekat dan membahayakan kesehatan mereka?" kata Anggota Komisi X DPR itu.
Ledia mempertanyakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang disebut akan mengadakan kegiatan belajar mengajar di tempat steril dari asap karhutla dan secara virtual. Menurut dia, program itu sepertinya tidak mungkin dilakukan karena untuk datang ke tempat belajar, anak-anak harus menembus asap.
Belajar secara virtual melalui grup perpesanan sekejap, juga Ledia nilai tidak akan efektif. "Tetap saja mereka tidak akan nyaman. Yang bisa dilakukan adalah belajar di rumah didampingi orang tua masing-masing," katanya.
Ia juga mendorong pemerintah melakukan tindakan-tindakan hukum yang tegas agar kebakaran hutan dan lahan tidak terulang. Pemerintah, kata dia, harus tegas dan adil dalam menegakkan hukum.
"Kita harus fokus kepada akar masalahnya, pemadaman dan menindak tegas para pelaku," ujarnya.