REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI dan pemerintah menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (RUU PSDN) dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan pada Senin (23/9). Salah satu pasal dalam RUU tersebut mengatur tentang mekanisme bela negara.
Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menegaskan, bela negara dalam RUU PSDN bersifat suka rela dan tidak wajib untuk semua warga negara. "Semua sukarela, mendaftar. Yang tidak daftar ya tidak," ujar Abdul Kharis di Jakarta, Senin.
Kharis pun menepis adanya polemik bela negara di masyarakat. Polemik ini muncul lantaran adanya anggapan bahwa bela negara tersebut wajib. Kharis memastikan hal tersebut tidak benar.
Dalam rapat yang digelar bersama Menteri Pertahanan Ryamizard Ryancudu, Kharis pun memastikan bahwa tidak ada polemik. Dia menyebut, Menhan sudah turut sepakat dengan muatan pasal bela negara.
"Jadi tadi menhan mengecek sampai empat kali. Orang yang persepsi bela negara sama kaya wajib militer, itu sama sekali tidak benar. Bela negara itu bukan wajib militer, tapi semua sukarela," ucap Politikus PKS itu.
Kharis menerangkan, masyarakat yang mendaftar bela negara ini menjadi komponen cadangan atau pendukung bagi militer yang kini telah dimiliki Indonesia. Dalam kondisi darurat, komponen cadangan ini bisa saja diturunkan.
Program ini, kata Kharis juga memfasilitasi rakyat yang hendak ikut berjuang. Namun ia kembali menegaskan, bahwa program ini bersifat suka rela.
"Yang tidak ikut latihan jangan ikutan. Tapi kan kita kan tahu semua warga negara pasti mau bela negaranya, tapi harus dengan dilatih," kata Kharis menegaskan.
Dengan adanya kesepakatan antara DPR dan Pemerintah, maka RUU PSDN ini akan dibahas lebih lanjut oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI. Lalu, setelah pembahasan selesai, rapat tersebut dapat disetujui di Paripurna DPR RI.