REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - - Ribuan mahasiswa dari berbagai Perguran Tinggi Negeri (PTN) dan Peguruan Tinggi Swasta (PTS) se Bandung Raya menggelar aksi unjuk rasa di halaman gedung DPRD Jabar Senin (23/9). Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 12. 00 WIB.
Mereka, melakukan longmarch dari Monumen Perjuangan ke Gedung DPRD Jabar. Hingga sore hari, aksi masih terus berlangsung bahkan massa pendemo terus berdatangan dan semakin banyak.
Semakin sore, suasana pun semakin memanas. Karena, tak ada satu pun perwakilan dari anggota DPRD Jabar yang menemui pendemo dan menerima aksi mereka. Massa pun, terus meneriakkan meminta anggota DPRD Jabar keluar.
Sempat beberapa kali ada aksi pelemparan. Kemudian, mahasiswa merangsak terus ke depan gerbang pagar DPRD Jabar. Massa semakin dekat dengan aparat kepolisian yang menjaga gerbang DPRD Jabar.
Lalu, terjadi saling dorong antara mahasiswa dan aparat kepolisian. Pagar gerbang DPRD Jabar pun sempat terbuka. Mahasiswa yang lain, mencoba untuk menenangkan mahasiswa lainnya agar tak terprovokasi.
Kemudian, suasana panas pun kembali menurun. Namun, aksi dorong mendorong antara aparat dan mahasiswa sempat terjadi dua kali. Aksi massa pun, saat ini masih terus bertahan.
Menurut Presiden Mahasiswa Telkom University (Tel-U), Yusuf Syahputra Gani, dalam aksi ini, mahasiswa mengajukan beberapa tuntutan. Yakni, menolak semua rancangan undang-undang yang merugikan masyarakat.
"Kami menolak RUU KPK, RUU KUHP, RUU PAS (pemasyarakatan), dan RUU Pertanahan," ujar Yusuf kepada wartawan.
Menurut Yusuf, mahasiswa meminta pimpinan DPRD Jabar mau menerima mahasiswa untuk beraudensi. Mahasiswa, akan terus menunggu hingga tuntutan dipenuhi.
"Kalau nggak dipenuhi kami nggak akan mundur satu langkah pun. Kami juga akan berkonsultasi apakah perlu ke Jakarta atau tidak untuk menyuarakan tuntutan ini," paparnya.
Hari ini, Senin (23/9) DPRD Jabar sejak pukul 11.00 WIB di demo oleh berbagai elemen masyarakat dengan berbagai aspirasi. Sebelum ribuan mahasiswa, puluhan massa yang mengatasnamakan Aliansi Aktivis Mahasiswa dan Masyarakat Jawa Barat (ALAMM Jabar), pun sempat berdemo di lokasi yang sama meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak dijadikan alat dan kepentingan politik individu maupun kelompok.
Hal itu disuarakan ALAMM Jabar, melalui aksi damai. Koordinator Aksi Ikbal Firmansyah menilai, adanya polemik yang terjadi di awal Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, diduga adanya politisasi dan kepentingan di tubuh KPK itu sendiri. Hal itu dilihat dari banyaknya polemik yang terjadi hingga saat ini.
"Berbagai polemik terhadap RUU KPK masih tetap bermunculan. Polemik tersebut tiada lain karena patut diduga adanya politisasi dan kepentingan-kepentingan di dalam tubuh KPK itu sendiri," kata Ikbal.
ALAMM Jabar juga, kata dia, menyoroti para pimpinan KPK dan pegawai KPK, yang seolah-olah membangun opini bahwa KPK dilemahkan dengan adanya RUU tersebut. Mereka, seharusnya tidak perlu merasa dilemahkan karena adanya revisi.
"Karena masih banyak rakyat Indonesia yang tetap dan akan terus mendukung keberadaan KPK agar semakin kuat, semakin profesional, semakin efektif, dan efisien dalam bekerja," katanya.