Senin 23 Sep 2019 14:30 WIB

DPR Minta Pemerintah Lebih Tegas Tindak Pembakar Hutan

Ada 3.847 titik panas di daerah Karhutla.

Rep: Nawir Arsyad./ Red: Muhammad Hafil
Kapal tongkang membawa alat berat melintasi Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Kapal tongkang membawa alat berat melintasi Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peran pemerintah dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi sorotan banyak pihak. Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi melihat, penangangan karhutla setiap tahunnya tak memperlihatkan hasil yang signifikan.

Maka dari itu, Viva mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam menindak pelaku karhutla di sejumlah wilayah. Karena saat ini ia melihat, penindakan masih menyasar kepada orang-orang yang melakukan pembakaran. Bukan kepada korporasi yang menyuruh mereka.

Baca Juga

"Pemerintah pusat, provinsi, dan daerah menyusun road map bersama untuk pencegahan terjadinya karhutla. Road map itu harus disertai penganggaran melalui APBN dan/atau APBD yang cukup," ujar Viva kepada wartawan, Senin (23/9).

Selain itu, sinergi antara semua pihak diperlukan dalam pencegahan karhutla di sejumlah wilayah. Ia menilai, saat ini pihak-pihak seperti pemerintah daerah, BNPB, ataupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih sendiri-sendiri dalam menangani karhutla.

"Mengajak masyarakat, korporasi, dan tokoh adat/agama untuk menjaga daerahnya masing-masing agar tidak terjadi karhutla. Partisipasi masyarakat akan menjadi benteng kuat untuk menjaga konservasi hutan dan lingkungan," ujar Viva.

Ia berharap, karhutla yang tengah terjadi di sejumlah wilayah dapat segera mereda. Karena, peristiwa ini telah disorot oleh internasional.

Salah satunya oleh Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Michelle Bachelet. Ia menyoroti penanganan karhutla yang tak kunjung usai.

Sehingga, peristiwa tersebut menyebabkan banyak orang menderita iritasi saluran pernapasan (Ispa). Selain itu, banyak negara tetangga yang mengeluhakan asap kebakaran mengganggu aktivitas mereka.

"Jika tidak segera dipadamkan hotspot dan diproses secara hukum bagi oknum dan korporasi pelaku karhutla, dikhawatirkan pemerintah akan mendapatkan citra buruk karena tidak menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan," ujar Viva.

Diketahui, merujuk data terakhir situasi karhutla dari BNPB per Minggu (22/9) pukul 16.00 WIB, total ada 328.724 luas lahan yang terbakar sepanjang Januari-Agustus 2019.

Kemudian ada 3.847 titik panas. Provinsi Jambi memiliki titik panas terbanyak dengan 1.021 titik, diikuti Sumatera Selatan (1.018), Kalimantan Tengah (400), Riau (381), Kalimantan Barat (236), dan Kalimantan Selatan (81).

 

.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement