REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status darurat pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pemerintah Provinsi Riau segera menyiapkan tempat evakuasi bagi warga yang terdampak kabut asap.
"Mulai hari ini kita tetapkan keadaan darurat pencemaran udara di Provinsi Riau," kata Syamsuar di Kota Pekanbaru, Senin (23/9).
Masa status darurat, lanjutnya, berlaku mulai 23 September hingga 31 September. Apabila kondisi masih belum berubah maka status akan diperpanjang berlakunya. "Kita akan lihat perkembangan, semoga ada perubahan, hujan segera turun," kata Syamsuar yang juga menjabat Komandan Satuan Tugas Kahutla Riau itu.
Ia mengatakan Pemprov Riau segera menyiapkan tempat untuk evakuasi bagi warga yang rentan terkena dampak asap akibat pencemaran udara. "Misalnya untuk anak-anak, termasuk ibu-ibu hamil dan orangtua yang asma akan dirujuk ke rumah sakit," katanya.
Kondisi kabut asap di Riau terus memburuk dalam tiga hari terakhir. Pekanbaru pada pagi ini masih berselimut kabut asap pekat yang berbau menyengat.
Selain karena asap sisa karhutla di daerah Riau sendiri, asap di Pekanbaru juga hasil kiriman dari Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel), yang dilanda kebakaran lebih besar dari Riau. Berdasarkan data BMKG Pekanbaru, pantauan satelit terra aqua pada pukul 06.00 WIB menunjukkan ada 1.591 titik panas yang jadi indikasi karhutla di Sumatera. Daerah paling banyak adalah di Provinsi Sumsel yakni 675 titik, dan Jambi 505 titik, dan Riau sendiri ada 256 titik panas.
Kabut asap pekat membuat jarak pandang di Pekanbaru pada pagi ini hanya 500 meter. Pada alat pemantau polutan BMKG menunjukkan angka pencemaran partikel PM10 di udara sejak Minggu malam hingga Senin pagi berkisar 500 hingga 700. Angka itu sudah jauh di atas kategori berbahaya.