Senin 23 Sep 2019 08:44 WIB

Karhutla Diusulkan Jadi Kejahatan Luar Biasa

Walhi menilai lembeknya penegakan hukum menjadi dalih.

Foto udara kawasan Kota Jambi yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Foto udara kawasan Kota Jambi yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejahatan membakar hutan dan lahan diusulkan menjadi kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi meyakini 99 persen peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karthutla) di beberapa provinsi disebabkan kesengajaan sejumlah pihak dengan motif land clearing.

"Levelnya sama dengan teroris karena bukan hanya merusak ekosistem dan lingkungan, memusnahkan plasma nutfah, juga dapat membunuh manusia," kata Viva Yoga dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (22/9).

Viva mengklaim, dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dia bersama anggota Komisi IV DPR telah memperjuangkan pasal pelaku pembakar hutan dan lahan masuk kategori kejahatan luar biasa. Namun, upaya tersebut ternyata belum berhasil. "Untuk itu perlu diwacanakan lagi usulan pasal ini," kata dia.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai penegakan hukum untuk kasus karthutla masih sangat lemah. Padahal, aturan yang mengatur sanksi pidana dan dendanya sudah jelas. "Dalam realitasnya, pasal sanksi pidana bagi oknum intelektual kasus karhutla hanya bersifat macan kertas saja. Ompong, unoperational," ujarnya.

Viva juga menganggap pelaku pembakaran hutan dan lahan kerap tidak tersentuh hukum (//untouched by law//), kebal hukum, dan menjadi manusia setengah dewa. Ia juga secara tegas menganggap bahwa negara telah kalah. "Pengadilan bertekuk lutut tidak berkutik," katanya menegaskan.

Usulan agar kejahatan membakar hutan dan lahan menjadi kejahatan luar biasa juga diwacanakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Juru Kampanye Walhi Zenzi Suhadi menegaskan, karhutla merupakan kejahatan luar biasa dan memerlukan upaya penanganan yang juga luar biasa. "Walhi sejak 2014 mendorong pemerintah segera bentuk komisi khusus lingkungan dan pengadilan untuk penegakan kejahatan lingkungan. Dia (pelaku kejahatan lingkungan) terhubung dengan kejahatan keuangan di tempat lain," ujar Zenzi, Sabtu (21/9).

Penanganan khusus mengenai kejahatan lingkungan, kata Zenzi, diperlukan karena sifat kejahatan lingkungan dilakukan secara lintas batas negara. Walhi juga mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi sita aset kepada perusahaan yang terlibat dalam kejahatan lingkungan ini. Zenzi menilai karhutla yang terjadi saat ini tak lepas dari kesalahan pemerintah dalam menangani kasus karhutla pada 2015 lalu.

"Kita mesti sadari upaya pemerintah (menangani karhutla saat ini) melibatkan militer itu terjadi karena kesalahan pemerintah sendiri. Seharusnya 2019 tidak akan terjadi kalau (penindakan) pada 2015 berhasil," katanya menambahkan.

Zenzi melanjutkan, Walhi juga mendorong pemerintah menetapkan status darurat pencemaran udara, bukan bencana nasional. Pasalnya, apabila hal tersebut ditetapkan sebagai bencana nasional, seluruh biaya penanggulangan akan ditanggung negara. Hal tersebut berbeda dengan status darurat pencemaran udara. Jika demikian, korporasi yang terlibat dalam pencemaran udara lewat karhutla diwajibkan menanggung seluruh biaya penanggulangan.

"Ada kecenderungan pemerintah menyubsidi pada pelaku kejahatan lingkungan dengan menanggung beban penanggulangan dan beban ekonomi," ujar Zenzi. Ia menilai lembeknya penegakan hukum tidak menimbulkan efek jera sehingga membuat kejadian pembakaran hutan dan lahan terus berlangsung setiap tahunnya.

photo
Langit di wilayah Muaro Jambi berwarna merah.

Garis polisi

Polda Jambi memberikan garis polisi terhadap lahan yang terbakar milik perusahaan perkebunan PT Mega Anugrah Sawit (MAS) yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Setelah ditetapkan sebagai perusahaan yang melakukan kebakaran hutan dan lahan ke tahap pendidikan, PT MAS yang berada di Desa Sipin Teluk Duren, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, saat ini, Ahad (22/9), sudah disegel polisi.

Dirkrimsus Polda Jambi Komisaris Besar Polisi Thein Thabero mengatakan, dari penghitungan sementara, luas lahan PT MAS yang hangus terbakar tercatat kurang lebih seluas 972 hektare. Untuk tahapan selanjutnya, kata Thabero, korporasi PT MAS akan berhadapan dengan proses hukum dan dijerat dengan pasal 98 ayat 1 atau pasal 99 ayat 1 UU Nomor 23/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Jika lahannya yang terbakar mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 penjara. “Tidak ada ampun bagi mereka, baik perseorangan ataupun korporasi. Semuanya harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya,” kata dia menegaskan. N febrinto adi saputro/m nursyamsi/antara ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement