Ahad 22 Sep 2019 22:50 WIB

Upaya Pencegahan Karhutla Harus Diperkuat

Restorasi gambut dinilai jadi salah satu cara mencegah karhutla.

Warga memadamkan sisa kebakaran hutan dan lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa (17/9/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warga memadamkan sisa kebakaran hutan dan lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa (17/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memperkuat upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karhutla yang rutin terjadi setiap tahun dinilai lebih efektif diatasi dengan upaya memperkuat pencegahan daripada penindakan. 

"Salah satu solusi yang paling efektif adalah mewajibkan upaya pencegahan kebakaran secara komprehensif. Ini harus dilaksanakan oleh masyarakat, korporasi, dan pemerintah sebagai pengawas," kata Guru Besar Ilmu Tanah dan Lingkungan Universitas Tanjungpura, Profesor Gusti Z Anshari, di Jakarta, Ahad (22/9). 

Dia menilai pendekatan penanganan karhutla selama ini masih bersifat ad hoc dan program pencegahannya belum masif, termasuk di lahan gambut yang kerap menjadi sorotan ketika terjadi karhutla. Anshori berpendapat, upaya restorasi gambut yang telah dilakukan dalam kurun sekitar tiga tahun belakangan merupakan langkah tepat. Melalui restorasi, dibuat sebuah manajemen air yang memastikan air tersedia sepanjang tahun. Sehingga, saat musim kering kelembapan gambut tetap terjaga.

"Hanya, wewenang supervisinya belum seluas lahan gambut yang ada di Indonesia karena restorasinya harus terus didukung dengan kegiatan pencegahan terfokus dan terkoordinasi dengan baik, termasuk perlu ada upaya lain seperti pengembalian fungsi lahan yang lebih terfokus," jelasnya.

Dia juga menyebut, program pencegahan kebakaran yang termasuk upaya restorasi dan pengelolaan lingkungan pun harusnya dipisahkan dari program pemanfaatan gambut untuk produksi. Saat ini, belum ada upaya tersebut dan fokusnya masih sebatas pembagian wewenang berdasarkan peruntukkan lahan saja.

"Restorasi dan pengelolaan lingkungan pada lahan gambut harusnya ditangani oleh satu lembaga seperti Badan Restorasi Gambut (BRG) yang bisa diperkuat peranannya," kata Anshari. Saat ini, kata dia, BRG hanya memiliki wewenang pengawasan gambut di wilayah non-konsesi dan konsesi perkebunan. 

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga mencatat luas kebakaran di lahan gambut mengalami penurunan sebesar dua persen. Pada 2015, lahan gambut terbakar mencapai 29 persen dari total luasan karhutla. Hingga Agustus 2019, lahan gambut terbakar berada di angka 27 persen dari total luasan karhutla.

Meski hasilnya belum terlihat besar, upaya restorasi gambut yang mulai intensif dilakukan sejak pembentukkan BRG pada 2016 dinilai mulai membuahkan hasil. Namun, hasil maksimalnya baru akan terlihat belasan tahun mendatang. 

"Mungkin bisa sampai 15 tahun baru akan terlihat hasilnya. Namun, sebagai salah satu upaya pencegahan karhutla, restorasi gambut harus tetap dilakukan berkesinambungan," kata Anshari.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement