Ahad 22 Sep 2019 12:22 WIB

BMKG: Langit Memerah di Muaro Jambi Akibat Asap Tebal

Asap dari karhutla di Muaro Jambi disebut BMKG berbeda dari daerah lain.

Rep: RR Laeny S/ Red: Indira Rezkisari
Foto udara Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Foto udara Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap dari karhutla di Jambi, Sabtu (21/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari terakhir, beredar viral di masyarakat gambar langit di Muaro Jambi berwarna merah yang akibat sinar matahari tertutup asap tebal. Menurut satelit Himawari, fenomena tersebut diakibatkan oleh banyaknya titik panas (hotspot) dan sebaran asap tebal.

"Hasil analisis citra satelit Himawari-8 tanggal 21 September di sekitar Muaro Jambi, tampak terdapat banyak titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal," kata Kepala Bagian Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Akhmad Taufan Maulana saat dihubungi Republika, Ahad (22/9).

Baca Juga

Ia menjelaskan, asap dari kebakaran hutan dan lahan ini berbeda dari daerah lain yang juga mengalami kebakaran. Wilayah lain pada satelit tampak berwarna cokelat namun di Muaro Jambi menunjukkan warna putih yang mengindikasikan bahwa lapisan asap yang sangat tebal.

"Hal ini dimungkinkan karena kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah tersebut, terutama pada lahan-lahan gambut," ujarnya.

Ia menambahkan, tebalnya asap juga didukung oleh tingginya konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 mikron (PM10). Kemudian di hari ini, tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10  = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi tidak sehat.

Sementara itu Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menambahkan, jika ditinjau dari teori fisika atmosfer pada panjang gelombang sinar tampak, langit berwarna merah ini disebabkan oleh adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol) yang dikenal dengan istilah hamburan mie atau mie scattering. Ia menjelaskan, mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak visible matahari. Panjang gelombang sinar merah berada pada ukuran 0,7 mikrometer.

"Dari data BMKG kita mengetahui bahwa konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 mikrometer sangat tinggi di sekitar Jambi, Palembang, dan Pekanbaru tetapi langit yang berubah merah terjadi di Muaro Jambi. Ini berarti debu polutan di daerah tersebut dominan berukuran sekitar 0,7 mikrometer atau lebih yaitu dengan konsentrasi sangat tinggi," katanya.

Selain konsentrasi tinggi, dia melanjutkan, tentunya sebaran partikel polutan ini juga luas untuk dapat membuat langit berwarna merah.

Disinggung mengapa dikatakan ukuran partikel bisa lebih dari 0.7 mikrometer, Siswanto menjelaskan ini dikarenakan mata manusia hanya dapat melihat pada spektum visibel (0.4-0.7 mikrometer).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement