REPUBLIKA.CO.ID, DUMAI -- Barkah Immanuel Sirait (9 tahun) sedang duduk di sebuah bangku di depan ruang kelasnya di SD Santo Tarcisius, Dumai, Riau. Sambil menunggu orang tua menjemput, ia menyapa teman-temannya yang hendak duluan pulang ke rumah. Barkah mengenakan setelan seragam kaus dan celana olahraga berwarna biru dan putih. Tak lupa masker hitam bergambar kucing terpasang di mulutnya.
Barkah mengaku aktivitas belajar mengajar di sekolahnya masih belum normal sejak adanya bencana kabut asap. Sejak dua pekan terakhir, aktivitas di sekolahnya tidak seperti hari-hari biasa. Ada banyak temannya yang masuk tak teratur, kadang datang, lain waktu absen. Barkah merasa suasana sekolahnya tidak seperti biasa karena teman-temannya tidak lengkap hadir di kelas.
"Ada teman-teman yang tidak datang. Aku datang saja karena kata ibu sebaiknya datang ke sekolah biar pelajaran tidak ketinggalan," kata Barkah kepada Republika.co.id, Sabtu (21/9).
Sejak kabut asap pekat di Dumai, Barkah mengaku tidak pernah lagi bermain bola saat pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) atau olahraga. Pelajaran yang diikuti sekali sepekan itu biasanya dinanti-nanti Barkah dan teman-temannya. Barkah menyukai pelajaran olahraga karena di situ ia bisa bermain bola bersama teman-temannya. Walau tidak ada pelajaran olahraga, setiap Sabtu, SD Santo Tarcisius memang mengenakan pakaian olahraga baik siswa, guru, hingga pegawai.
Barkah mengaku menyukai sepak bola. Tapi kini ia tidak dapat lagi bermain bersama teman-temannya karena Penjaskes sementara ditiadakan akibat udara tidak bersih di Dumai. "Pengen main bola lagi di sekolah," ujar Barkah.
Barkah tidak tahu kapan gurunya akan membolehkan para siswa bisa belajar Penjaskes lagi di sekolah. Ia berharap udara kembali bersih agar aktivitas di sekolahnya kembali normal.
Abel (bukan nama asli) teman sekelas Barkah juga ingin kembali bermain di halaman sekolah. Karena kabut asap, pihak sekolah membatasi pergerakan anak-anak didik. Bangunan SD yang terdiri dari tiga lantai tersebut dipasangi pagar besi berwarna putih. Di pintu pagar ada guru yang bergantian berjaga piket untuk mengantisipasi anak-anak bermain ke halaman.
“Pengen main-main lagi om. Tapi tidak boleh keluar (ke halaman sekolah),” ucap Abel.
Abel lebih duluan pulang dari Barkah karena orang tuanya lebih dulu datang menjemput dengan sepeda motor.
Data yang didapatkan Republika dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumtera, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Dumai masih pada level tidak sehat dengan angka 126 Psi. Kondisi ini belum aman bagi anak-anak, balita, dan ibu hamil untuk lama-lama beraktivitas di luar rumah.